REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menuturkan, keinginan Amerika Serikat dalam pengaduannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah kebebasan dalam impor. Negeri Paman Sam ini tidak mau lagi ada pengaturan waktu untuk mengajukan perizinan impor maupun pemasukan komoditas.
Keinginan tersebut berlaku untuk produk hortikultura, hewan dan produk hewan di antaranya apel, anggur dan jeruk (citrus). Menurut Oke, keinginan itu telah dijawab oleh Indonesia melalui revisi empat produk hukum.
Oke menjelaskan, dalam revisi aturan, Indonesia sudah memenuhi keinginan Amerika, di mana akses pasar untuk apel, anggur dan citrus sudah terbuka. "Untuk produk ini, mereka dapat mengajukan izin setiap tahun. Sekarang sepanjang tahun bisa mengajukan (izin impor) dan bisa memasukkan," tuturnya saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (13/8).
Baca juga, Kemendag: Pembicaraan Sanksi WTO ke Indonesia Dibahas Besok
Di antaranya, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Permentan Nomor 24 Tahun 2018 tentang perubahan atas Permentan Nomor 38 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 Tahun 2018 tentang perubahan keempat atas Permendag Nomor 30 Tahun 2017 tentang ketentuan impor produk hortikultura.
Meski sudah direvisi, pihak Amerika tetap mengajukan pengaduan kepada WTO dan meminta sanksi kepada Indonesia senilai 350 juta dolar AS Rp 5 triliun. Oke menilai, tuntutan tersebut kemungkinan besar diajukan Amerika guna menyimpan haknya yang diberikan WTO.
Hak tersebut adalah Amerika memiliki waktu 20 hari untuk mengajukan kepuasan atau tidak puas atas langkah Indonesia. "Tapi, sampai waktu tenggat itu, mereka belum melakukannya. Jadi, saya rasa, mereka ingin reservasi hak itu saat menggugat," ujar Oke.
Oke optimistis Indonesia bisa lolos dari ancaman sanksi tersebut. Sebab, dasar yang digunakan Amerika terbilang lemah mengingat Indonesia sudah mematuhi aturan revisi. Tapi, sebagai bentuk diplomasi, pemerintah Indonesia akan menugaskan perwakilan mereka di WTO untuk meminta penjelasan Amerika mengenai aturan yang masih dipermasalahkan.