REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pasar saham dunia mengalami rebound pada perdagangan Selasa (14/8). Penguatan pasar saham global ini setelah mata uang lira Turki mulai bergerak menguat dan data meyakinkan dari Jerman membantu mengimbangi pelemahan terbaru dalam ekonomi Cina.
Setelah selama tiga minggu terpukul keras, lira perlahan mulai menguat. Pada Selasa (14/8) kemarin mata uang Turki ini diperdagangkan sekitar 6,37 terhadap dolar AS, naik hampir delapan persen dari penutupan hari sebelumnya.
Penguatan mata uang Turki didukung oleh berita rencana konferensi jarak jauh di mana menteri keuangan akan berusaha meyakinkan investor yang cemas oleh pengaruh Presiden Tayyip Erdogan atas ekonomi dan perlawanannya terhadap kenaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi dua digit.
Dolar AS menguat ke level tertinggi sejak 13 bulan terakhir terhadap sekeranjang mata uang utama. Para pedagang meningkatkan kepemilikan mata uang safe-haven AS di tengah kekhawatiran tentang dampak terkait lira.
Mata uang Turki kehilangan nilainya hampir 10 persen pada Senin (13/7) dan kecemasan sempat diuji lagi ketika Erdogan mendesak warga Turki untuk memboikot produk elektronik AS dalam menanggapi kritik baru-baru ini dari Washington.
"Saya tidak percaya semuanya sudah berakhir," kata Minh Trang, pedagang mata uang senior di Silicon Valley Bank di Santa Clara, California. "Kami hanya mendapatkan sedikit penangguhan dari langkah mundur baru-baru ini."
Direktur investasi emerging markets di GAM Investments di London, Paul McNamara, mengatakan dalam sebuah catatan bahwa warga Turki telah lelah dengan kemungkinan kenaikan suku bunga dan dipaksa ke dalam situasi sulit oleh tingkat cadangan mata uang yang tidak memadai.
"Penurunan permintaan yang sangat dibutuhkan di Turki menyebabkan masalah dalam kualitas aset di bank-bank," katanya.
McNamara menuturkan lebih lanjut bahwa peran konstruksi dalam ekonomi Turki, misalnya, sebanding dengan yang di Spanyol atau Irlandia menjelang krisis Eropa satu dekade lalu.
Indeks MSCI untuk pasar ekuitas global menghentikan penurunan empat hari dengan naik 0,33 persen, sementara Nikkei 225 Jepang melompat 2,28 persen merupakan kenaikan satu hari terbesarnya sejak Maret.
Pasar saham Eropa stabil setelah aksi jual dua hari, karena kekhawatiran tentang penularan dari krisis mata uang Turki mereda. Indeks pan regional FTSEurofirst 300 ditutup naik 0,06 persen dan indeks acuan STOXX 600 ditutup datar.
Data menunjukkan ekonomi terbesar di kawasan itu, Jerman, meningkat lebih kuat dari yang diperkirakan pada kuartal kedua, membantu sentimen di Eropa, meskipun kenaikan pasar mungkin lebih besar jika survei ekonomi Cina tidak mengecewakan.
Pertumbuhan investasi di Cina melambat ke rekor terendah, sementara output industri dan penjualan ritel keduanya gagal memenuhi ekspektasi. Penurunan untuk mata uang negara-negara berkembang berhenti, dengan rand Afrika Selatan, rubel Rusia dan peso Meksiko, proxy untuk mata uang negara berkembang, semuanya naik.
Namun, indeks emerging markets MSCI untuk ekuitas, MSCIEF, jatuh ke titik terendah sejak Juli 2017 sebelum memangkas sebagian besar kerugian hari itu menjadi ditutup turun tipis.
Saham-saham di Wall Street menguat. Dow Jones Industrial Average naik 112,22 poin atau 0,45 persen, menjadi 25.299,92 poin. S&P 500 naik 18,03 poin atau 0,64 persen, menjadi 2.839,96 dan Komposit Nasdaq menambahkan 51,19 poin atau 0,65 persen, menjadi 7.870,89.
Euro jatuh, menyentuh posisi terendah 13-bulan terhadap dolar AS dan franc Swiss, karena para pedagang cemas atas eksposur bank-bank Eropa ke Turki. Indeks dolar AS naik 0,3 persen, dengan euro turun 0,56 persen menjadi 1,1344 dolar AS, yen Jepang melemah 0,44 persen terhadap greenback di 111,21 yen per dolar AS.
Harga minyak memangkas kenaikannya karena dolar AS menyentuh level tertinggi 13 bulan terhadap sekeranjang mata uang. Penguatan greenback membuat minyak berdenominasi dolar AS lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Minyak mentah AS turun 16 sen menjadi 67,04 dolar AS per barel dan Brent turun 15 sen menjadi 72,46 dolar AS per barel. Emas berjangka Desember ditutup naik 1,80 dolar AS pada 1.200,70 dolar AS per ounce.
Imbal hasil obligasi AS naik, sejalan dengan pasar obligasi Eropa, karena sentimen global cerah setelah pasar ekuitas stabil di seluruh dunia dan lira naik kembali sedikit.