REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan merupakan kebutuhan nasional yang tidak bisa ditunda lagi. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi menjadikan permintaan pasokan listrik terus meningkat sehingga sumber daya ketenagalistrikan berbasis energi terbarukan di seluruh Indonesia perlu dioptimalkan secara lestari.
Pengamat energi, Marwan Batubara mengatakan, pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber pasokan listrik akan menghemat devisa dan anggaran negara. Selama ini, biaya produksi listrik PLN mahal karena sebagian besar pembangkitnya berbasis diesel sehingga dibutuhkan impor solar yang banyak dan berkonsekuensi menekan kurs rupiah terhadap dollar AS.
Marwan menegaskan, Indonesia harus mewujudkan kemandirian energi dengan mengoptimalkan energi baru dan terbarukan untuk memenuhi kebutuhan nasional. "Pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan sangat lestari dan sampai sekarang belum ada dampak negatifnya terhadap lingkungan, terutama hutan," kata Marwan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (14/8)
Sementara itu, pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunan energi terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang berada di luar kawasan hutan dan berjalan sesuai rekomendasi Pemerintah Indonesia dan standar internasional.
“Sesuai SK 579/Kemenhut, itu lokasi APL. Jadi sejak awal memang bukan kawasan hutan,” ujar staf Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, Fitri Nur, di Medan, Senin (13/8).
Ia menambahkan, rekomendasi yang mereka keluarkan cukup banyak, termasuk reboisasi penanaman pohon di daerah yang sempat berubah jadi perkebunan warga di dalam lokasi izin bekerja di PLTA Batang Toru.
Sejauh ini, Fitri melihat pelaksana proyek PLTA Batang Toru komitmen menjalankan rekomendasikan tersebut. “Kami lihat beberapa sudah dikerjakan. Pastinya step by step, karena rekomendasi yang kami kelarkan memang sangat banyak,” tuturnya.
Menurut data PEH Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, rekomendasi-rekomendasi yang bisa menjamin kelestarian lingkungan, termasuk memelihara jalur lintasan satwa liar di dalam hutan juga telah diberikan. Pembangunan fasilitas ini membuat proyek tersebut akan berjalan tanpa menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian lingkungan.
PLTA Batang Toru merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa. Proyek ini menggunakan energi baru terbarukan yang menjadi perhatian utama Presiden Jokowi dan Wapres Kalla berkaitan mengantisipasi perubahan iklim.
Proyek ini merupakan pembangkit energi terbarukan yang ditargetkan beroperasi 2022. Pembangkit berteknologi canggih ini didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 ha sebagai kolam harian untuk menampung air.
Air kolam harian tersebut akan dicurahkan melalui terowongan bawah tanah menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik sebesar 510 MW. PLTA Batang Toru sangat efisien dalam penggunaan lahan, terutama jika dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur di Jawa Barat yang membutuhkan lahan penampung air seluas 8.300 Ha untuk membangkitkan tenaga listrik berkapasitas 158 MW.
Contoh Terbarukan
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu menilai, PLTA Batang Toru contoh proyek yang memanfaatkan kekayaan alam swcara lestari dengan mengembangkan energi terbarukan. Dia mendorong pemerintah untuk terus berkreasi mengelola kekayaan alam dengan baik agar bisa memberi manfaat kepada masyarakat.
“Kita bersyukur Indonesia dianugerahi kekayaan alam dengan energi yang begitu luar biasa. PLTA Batang Toru ini salah satu contoh pengelolaan kekayaan alam yang baik,” kata Gus Irawan.
Menurut dia, energi listrik sudah menjadi kebutuhan mendasar dan bentuk peradaban manusia moderen. Maka dari itu, Komisi VII DPR mendukung sepenuhnya pengerjaan PLTA Batang Toru karena kebutuhan listrik akan terus mengalami perkembangan. Hal mendasar dari dukungan ini karena PLTA Batang Toru menggunakan tenaga air yang ramah lingkungan. Konsep ini memberikan dampak positif pada pengurangan emisi karbon 1,6 megaton per tahun sesuai Piagam Paris 2015.
Menurut Gus Irawan, memang sudah sepantasnya Indonesia meninggalkan pola lama seperti mengandalkan solar dan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Selain berbiaya mahal, lanjutnya, kedua bahan bakar itu menyebabkan kualitas udara tidak sehat. “Cadangan minyak kita tinggal sepuluh tahun lagi. Jadi memang harus beralih ke air atau panas bumi (geothermal),” ungkapnya.