Rabu 15 Aug 2018 16:49 WIB

Menkeu Sri: Ada Anomali pada Defisit Juli

Defisit Juli merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.

Red: Teguh Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti rapat terbatas terkait strategi kebijakan memperkuat cadangan devisa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) mengikuti rapat terbatas terkait strategi kebijakan memperkuat cadangan devisa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit neraca perdagangan yang terjadi pada Juli 2018 sebesar 2,03 miliar dolar AS merupakan pencapaianagak anomali.

Saat ditemui di Jakarta, Rabu, Sri Mulyani mengatakan anomali tersebut karena impor barang bahan baku maupun bahan modal lebih banyak dilakukan sebelum Lebaran maupun libur panjang.

"Jadi ada kegiatan impor, yang banyak dilakukan sebelum Lebaran dan libur panjang dan kemudian dikompensasi pada bulan Juli," katanya.

Menurut dia, pencatatan di luar kebiasaan ini perlu mendapatkan kajian lebih lanjut sebelum pemerintah melakukan evaluasi terhadap data ekspor maupun impor secara keseluruhan. "Mungkin itu salah satu deviasi statistik yang perlu dibersihkan dulu untuk melihat trennya secara total," katanya.

Baca juga, Defisit Neraca Perdagangan Tertinggi Sejak 2013.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga 2,03 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan tersebut berasal dari impor yang telah mencapai 18,27 miliar dolar AS serta ekspor yang baru mencapai 16,24 miliar dolar AS.

Defisit yang terjadi pada periode Juli 2018 merupakan yang terbesar dalam lima tahun terakhir, atau sejak Juli 2013. Dengan pencapaian ini, secara keseluruhan defisit neraca perdagangan pada Januari-Juli 2018 telah tercatat sebesar 3,09 miliar dolar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemerintah akan mengendalikan komoditas impor untuk memperbaiki kondisi defisit transaksi berjalan. Hal ini disampaikannya usai rapat terbatas lanjutan strategi kebijakan penguatan cadangan devisa di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8).

Menurut dia, pemerintah melihat adanya potensi substitusi produk dari dalam negeri untuk barang yang berhubungan dengan konsumsi dan bahan baku. 

"Untuk barang yang berhubungan dengan konsumsi dan bahan baku, dan kita lihat ada potensi substitusi produk dari dalam negeri, kita sudah mengidentifikasi dari Menperin, Mendag, dan Menkeu menetapkan PPh impor 7,5 persen," kata Menkeu Sri Mulyani.

Menurutnya, jika permintaan barang impor tersebut melonjak tinggi dan tak masuk dalam barang kebutuhan strategis di perekonomian, maka pemerintah akan mengendalikannya.  "Kalau permintaan melonjak tinggi dan dia tidak strategis dan dibutuhkan dalam perekonomian maka akan dikendalikan," tambahnya.

Baca juga, BI Sebut Anjloknya Kurs Rupiah Akibat Krisis Keuangan Turki.

Salah satu barang yang akan dikendalikan yakni berbagai macam barang konsumsi dari belanja online. Barang-barang itu justru melonjak sangat tinggi. Karena itu, sebanyak 500 komoditas yang dapat diproduksi di dalam negeri akan diidentifikasi oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement