Rabu 15 Aug 2018 22:40 WIB

Kekeringan, Petani Lembang Harus Tanggung Biaya Cari Air

Petani harus mengeluarkan biaya untuk menghidupkan

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/Melisa Riska Putri / Red: Nur Aini
kekeringan - ilustrasi
kekeringan - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG -- Sebagian petani di wilayah Lembang, Kabupaten Bandung Barat mulai merasakan kesulitan memperoleh air untuk menyiram tanaman pertanian sejak dua bulan lalu. Mereka harus memanfaatkan air sungai dengan memakai bantuan mesin penyedot air untuk dialirkan ke tanaman.

Akibanya, biaya operasional semakin bertambah. Selain membeli mesin pompa, petani harus menyediakan sampai empat liter bahan bakar untuk menghidupkan pompa selama setengah hari.

"Satu liter solar bisa digunakan selama satu jam untuk menyedot air," ujar petani asal Kampung Cicalung, Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (15/8).

Setiap musim kemarau, ia menuturkan lahan pertanian di Kampung Cicalung hanya mengandalkan air dari sungai Maribaya. Ratusan petani lainnya juga memanfaatkan sungai untuk menyiram segala jenis sayuran.

Menurutnya, berbagai macam hasil pertanian di wilayah itu biasanya memasok untuk kebutuhan di wilayah Jabodetabek dan Bandung. "Untuk menyiram, kami pasang selang dan mesin penyedot air dengan jarak 500 meter dari sungai Maribaya ke lahan pertanian," ungkapnya.

Dia mengatakan, meski musim kemarau ia bersyukur karena tanaman tidak mati. Bahkan, sekitar 5.200 pohon tomat miliknya siap dipanen dengan harga mencapai Rp 5.000 per kg. "Harga tomat masih bagus, enggak terlalu berpengaruh dampak musim kemarau," katanya.

Ia menuturkan, harga segala jenis sayuran itu tergantung pasokan dari daerah penghasil. Menurutnya, jika stok di pasar melimpah maka harga sayuran otomatis jadi anjlok.

"Kalau rugi saat musim kemarau pasti ada, tapi yang penting saya masih bisa mencukupi kebutuhan hidup untuk keluarga," ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Pertanian telah menyiapkan cara untuk menghadapi musim kering di Jawa Barat. Salah satunya dengan penerapan teknologi dan mekanisasi untuk penyediaan air.

"Teknologi Inovasi Patbo akan kami sebarluaskan terutama saat musim kering. Ini merupakan paket teknologi pertanian yang berbasis manajemen air dan penggunaan bahan organik," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini selaku Ketua Penanggung Upaya Khusus Swasembada Padi Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) Provinsi Jawa Barat saat melakukan panen di atas lahan 110 hektare di desa Pasir Tamiang, Kecamatan Haurbekti, Kabupaten Ciamis, Selasa (14/8).

Sebanyak enam kabupaten wilayah upsus provinsi Jabar telah dan sedang menerapkan teknologi inovasi Patbo yakni Majalengka, Subang, Sukabumi, Bekasi, Garut dan Cianjur sehingga lebih siap hadapi musim kering tahun 2018. Banun mengatakan, penerapan Patbo itu merupakan langkah untuk memanfaatkan hasil inovasi pertanian yang cocok untuk dilakukan pada musim kering.

Penanggung jawab Upsus Jabar Kabupaten Ciamis Nassaruddin mengatakan, tim upsus Jabar terus mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul khusus lahan kering yakni Inpari 32, Inpari 33, dan jenis padi gogo serta Inpago.

"Inti dari teknologi Patbo adalah budidaya padi dengan manajemen hemat air dan memanfaatkan bahan-bahan disekitar petani, yang organik," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement