REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki mengaku siap mengadakan diskusi dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait perang ekonomi kedua negara. Hal itu akan dilakukan dengan syarat tidak boleh ada ancaman apapun yang dilayangkan kepada Turki.
"Kami akan melanjutkan pemecahan masalah dengan cara-cara diplomatis, tapi kami juga tidak akan tunduk pada tekanan ataupun sanksi," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu seperti dikutip Anadolu Agency, Kamis (16/8).
Perang ekonomi kedua negara berbunut pada kenaikan tarif pada sejumlah barang asal kedua negara. Paman Sam melipatgandakan tarif baja dan alumium asal Turki sementara Ankara meningkatkan tarif bea masuk terhadap kendaraan penumpang, alkohol, dan tembakau asal AS.
Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan, kebijakan yang diambil negaranya itu telah mendapat sejumlah dukungan secara global. Dia mengatakan, dunia internasional sadar jika AS akan menggunakan kekuatan ekonomi mereka secara terang-terangan untuk melawan negara lain.
Bersamaan dengan itu, Cavusoglu mengatakan, otoritas Turki akan melakukan sejumlah reformasi ekonomi. Langkah-langkah yang diperlukan juga telah diambil dan terbukti sukses menyehatkan pasar. Meski demikian, dia tidak merinci lebih jauh keputusan tersebut.
Perang ekonomi kedua negara dimulai saat AS menggandakan tarif pajak bea masuk baja dan alumunium asas Turki masing-masing sebesar 20 persen dan 50 persen. Ankara kemudian merespons dengan meningkatkan tarif pajak masuk barang asal AS seperti kendaraan penumpang hingga 120 persen, alkohol hingga 140 persen, dan tembakau sebesar 60 persen.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya menilai keputusan pemerintah AS terkait peningkatan tarif sebagai perang ekonomi terhadap Ankara. Dia mengatakan, penerapan tarif ganda merupakan kelanjutan usaha AS untuk menjatuhkan pemerintahan di Turki melalui pintu ekonomi.
Menurut Erdogan, Turki merupakan target perang ekonomi. Pemerintah Turki telah mengimbau warga mereka untuk menjual dolar AS dan euro yang dimiliki guna menopang nilai mata uang. Menurutnya, Turki juga akan memboikot produk elektronik asal AS.