REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengawasan Obat dan makanan pada masa sidang 2018. Ia menilai regulasi itu penting lantaran banyaknya temuan kasus pemalsuan obat.
Ia mengatakan penanganan kasus pemalsuan obat selama ini kerap terkendala karena minimnya kewenangan baik BPOM atau pun instansi lainnya. Tulus menyontohkan, peredaran obat palsu di pasar online saat ini masih marak dan belum terpantau.
Di perbatasan negara saja, kata dia, perdagangan arus barang obat dan makanan semakin masif. “Tidak sampai di situ, yang menjadi catatan YLKI, beberapa ritel modern di Indonesia pun tak jarang masih kerap terciduk menjual produk makanan yang ilegal,” kata Tulus, Kamis (16/8).
Situasi ini, kata Tulus, tentunya akan membahayakan konsumen. Apalagi, di tengah gempuran liberalisiasi ekonomi dan pasar digital yang sangat riskan terhadap keselamatan konsumen.
Karena itu, Tulus menegaskan, percepatan pengesahan bukan hanya memperkuat kewenangan BPOM melakukan pengawasan dan penindakan. Ia mengatakan percepatan ini juga akan melindungi kesehatan masyarakat Indonesia, memberikan rasa aman dan perlindungan konsumen.
Bahkan, ia mengatakan, percepatan ini untuk mengharmonisasikan berbagai regulasi tentang pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Harapannya, ia menambahkan, semua produk obat dan makanan bisa memenuhi aspek mutu hingga legalitas.
"Di lapangan kasus besar seperti pemalsuan obat kerap tidak sampai ke hulu. Kita tahu rimbanya seperti apa tapi kasus besar ini tidak bisa diselesaikan karena minimnya kewenangan sehingga mentok," kata Tulus.
Dia pun meminta agar Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk duduk bersama mengharmonisasikan perbedaan krusial dalam RUU Pengawasan Obat dan Makanan bersama pihak ketiga independen dengan mengedepankan kepentingan masyarakat/konsumen.