REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan Pemerintah Cina telah menerima keputusannya menangguhkan tiga proyek infrastruktur di negaranya yang bekerja sama dengan Beijing. Hal tersebut ia ungkapkan di hari terakhir kunjungannya ke Cina pada Selasa (21/8).
Mahathir mengungkapkan, dia telah menjelaskan alasan mengapa Malaysia harus menghentikan proyek infrastruktur di negaranya kepada Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri Cina Li Keqiang, dan Ketua Kongres Rakyat Nasional Cina Li Zhansu. “Dan tidak satu pun dari mereka yang mengatakan ‘tidak’. Mereka memahami masalah kami dan mengapa kami harus mengurangi utang kami,” katanya, dikutip laman Nikkei Asian Review.
Kendati demikian, Mahathir mengatakan kedua negara akan tetap berupaya menemukan cara guna keluar dari proyek-proyek terkait dengan biaya serendah mungkin. Sejak menjabat sebagai perdana menteri, Mahathir memutuskan meninjau ulang kesepakatan pembangunan infrastruktur yang bekerja sama dengan Cina. Proyek tersebut antara lain pembangunan East Coast Rail Link (ECRL) senilai 20 miliar dolar AS dan dua proyek pipa gas senilai 2 miliar dolar AS.
Peninjauan ulang kesepakatan proyek tersebut tak lepas dari kondisi ekonomi yang sedang dialami Malaysia. Saat ini Malaysia dilaporkan menanggung utang sebesar 1 triliun ringgit. Menurut Mahathir, jumlah utang itu merupakan yang terbesar yang pernah dipikul Malaysia. Ia mengklaim, sebelumnya Malaysia tidak pernah memiliki utang lebih dari 300 miliar ringgit.
Mahathir telah bertekad untuk menekan jumlah utang tersebut. Salah satu upaya yang dilakukannya adalah menangguhkan proyek-proyek tadi karena dianggap terlalu besar menyedot anggaran negara.
Malaysia merupakan mitra dagang terbesar Cina di antara negara anggota ASEAN. Tahun lalu nilai perdagangan antara Cina dan Malaysia dilaporkan mencapai 67,7 miliar dolar AS. Nilai perdagangan Cina dengan ASEAN pada 2017 sendiri telah mencatatkan rekor tertinggi.
Menurut Kementerian Perdagangan Cina, nilai perdagangan Cina dengan ASEAN tahun lalu mencapai 514,8 miliar dolar AS. Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 13,8 persen atau lebih pesat dibandingkan pada 2016.