REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan sumber daya air yang menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan dengan pembangunan infrastruktur yang dibiayai melalui skema sukuk negara. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat hingga 2019 Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk negara senilai Rp 17,01 triliun untuk program pengelolaan sumber daya air.
"Nilai Sukuk Negara yang dialokasikan sejak 2017 hingga 2019 terus meningkat. Tahun 2017 hanya Rp 2,73 triliun kemudian pada 2018 mencapai Rp 5,28 triliun. Sedangkan untuk tahun 2019, nilai yang dialokasikan meningkat secara signifikan menjadi sebesar Rp 9 triliun," kata Plh Direktur Pembiayaan Syariah, DJPPR Loto Srinaita Ginting dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa (21/8).
Pada 2018, alokasi sukuk negara terbesar adalah untuk program pengamanan pantai pulau terluar dan pengendalian banjir perkotaan senilai Rp 2,43 triliun. Disusul program air baku pariwisata, pemanfaatan bendungan untuk air baku dan mendukung sistem penyediaan air minum (SPAM) senilai Rp1,99 triliun.
Baca juga, Pemerintah Klaim Sukuk Bantu Tingkatkan Kualitas Haji
Sementara Sukuk Negara senilai Rp 85 miliar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan antara lain rehabilitasi irigasi di lumbung padi nasional, pembangunan bendungan dan embung di daerah kepulauan. Untuk 2019, lanjutnya, alokasi sukuk negara dialokasikan lebih besar bagi pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur irigasi sawah dan tambak yang ditujukan untuk mencapai swasembada dengan nilai total Rp 3,77 triliun.
Sementara sukuk negara senilai Rp 1,74 triliun dialokasikan untuk melanjutkan proyek pengamanan pantai di pulau terluar, pengendalian banjir perkotaan dan pengendalian lahar gunung berapi. Sedangkan sukuk negara senilai total Rp 3,49 triliun dialokasikan bagi pembangunan bendungan, embung dan pengelolaan air tanah dan air baku.
"Alokasi sukuk negara bagi pengelolaan sumber daya air menjadi bukti nyata komitmen kuat terhadap pengelolaan sumber daya air sebagai syarat utama mencapai swasembada pangan maupun meningkatkan akses air bersih terhadap masyarakat," ujar Loto.
Selain mewujudkan alokasi pendanaan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Dewan Sumber Daya Air Nasional. Semakin besarnya alokasi sukuk pada proyek infrastruktur pengelolaan air adalah untuk mengurangi disparitas antarwilayah terutama antara kawasan barat dan timur Indonesia melalui intervensi dari pemerintah melalui perencanaan yang terpadu dan terintegrasi dengan konsep pendekatan wilayah.
Pemerintah melalui program besar Nawacita, salah satunya memprioritaskan kebijakan dalam hal irigasi untuk mendukung ketahanan pangan. Hal itu dilakukan dengan melakukan pembangunan berkelanjutan, meningkatkan distribusi yang dapat dilakukan dalam bentuk meningkatkan keandalan prasarana jaringan irigasi.
Dengan alasan tersebut proyek-proyek infrastruktur air yang dibiayai Sukuk Negara tersebar di 33 provinsi mulai dari Aceh hingga Papua Barat. Dengan alokasi pembangunan terbesar secara berturut-turut berada di provinsi Papua Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Besarnya alokasi pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur sumber daya air disadari oleh besarnya jumlah penduduk yang besar namun tidak merata di Indonesia. Hal ini memunculkan tantangan tersendiri dalam penyediaan kebutuhan pangan, ketersediaan sumber daya air yang layak secara kualitas dan kuantitas. Adanya pembiayaan melalui skema syariah diharapkan dapat diterima lebih baik lagi oleh masyarakat.