REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- "Jangan Sentuh," hanya itu tulisan peringatan yang ada di Gang Citra, Jalan Komp udara Sopadio, Cicendo Kota Bandung. Tanpa pendingin udara, tiang pembatas dan penjagaan keamanan yang siap menegur pengunjung yang berbuat ulah, 41 lukisan dipajang di sepanjang jalan 100 meter itu.
Sinar matahari langsung membuat lukisan seakan dihujani cahaya sorot lampu. Tidak ada pelapis untuk melindungi lukisan cat minyak itu. Namun, plastik ukuran folio menjadi satu-satunya pelindung untuk sketsa yang juga dipajang disana.
"Takdir," kata sang pelukis, Jitno Slamet saat ditanya Republika.co.id soal kenekatannya memajang lukisannya di galeri terbukanya ini.
Karya Jitno ditampilkan di gang itu sejak 16 Agustus. Dia menampik pamerannya untuk menyambut 17-an meski di papan selamat datang terdapat tulisan HUT RI ke-73 di depan gang.
"Kebetulan saja, momennya pas, dinding gang juga baru di cat putih," kata Jitno.
Pameran lukisan jalanan di Gang Citra, jalan Komp. Udara Sopadio, Kota Bandung. Sebanyak 41 lukisan di pamerkan di sepanjang gang berjarak 100 meter.
Ini merupakan kedua kalinya Jitno melakukan pameran terbuka untuk memamerkan karyanya. Karyanya sejak tahun 1999 hingga 2018 dia pajang, dari berbagai ukuran kanvas hingga sketsa wajah di kertas A4 ada di gang ini.
Jangan harap yang lalu lalang di sana adalah orang berdasi dan perempuan yang menggunakan sepatu hak tinggi. Tidak ada orang yang menyilakan tangan seakan berpikir keras maksud lukisan itu. Ada perempuan yang menggunakan sepatu hak tinggi, tapi dia hanya menumpang lewat setelah menghadiri undangan di ujung gang itu.
Pola pikir mengenai keelitan galeri lukis yang membuat seniman lukis murni ini tergerak untuk membuat pameran solo yang tidak jauh dari rumahnya ini. Bapak empat anak ini mengaku ada yang harus diubah dari galeri lukis.
"Salah satunya dengan ketemu masyarakat tanpa lapisan apapun. Kesenian itu hak semua masyarakat, silakkan nikmati, silakan apresiasi," jelas Jitno.
Edukasi pada masyarakat menengah ke bawah ini yang ingin diperkenalkan Jitno melalui lukisannya. Mengubah pemahaman budaya yang selama ini seakan milik kalangan atas menjadi milik semua kalangan menjadi misi pribadi Jitno.
Jitno mengambil tema Indonesia Rakyat untuk pamerannya. Tidak ada izin atau potong pita untuk membuka pamerannya pada 16 Agustus lalu. Bahkan dia tidak menyadari berapa lukisan yang dia boyong dari rumahnya di ujung dinding gang sebelum temannya menghitung.
Pameran lukisan jalanan di Gang Citra, jalan Komp. Udara Sopadio, Kota Bandung. Sebanyak 41 lukisan di pamerkan di sepanjang gang berjarak 100 meter.
Dia mengaku memiliki kepuasan tersendiri ketika membuat pameran solo terbuka pertamanya ini. "Kepuasan batinnya bisa didapat, sambil lihat lukisan bisa ngobrol, bisa ngopi. Lebih menariklah, lebih Indonesia," jelasnya.
Jitno mengambil inspirasi dari yang ada di sekitarnya. Tidak jarang tempat-tempat umum dia jadikan alas untuk melukisnya. Salah satunya adalah lukisan yang berjudul Apartemen Kita.
Diskusi bersama Republika.co.id pagi itu kemudian terpotong dengan anak-anak yang melalui jalan itu. Jitno bertanya mana lukisan yang anak-anak paling sukai. Kelima anak itu menunjuk lukisan yang berbeda yang menarik perhatiannya masing-masing.
"Itu yang saya maksud kepuasan, orang tidak hanya memperhatikan lukisan seakan-akan tahu maksud lukisan itu. Anak-anak secara spontan menunjuk lukisan yang memang mereka kira bagus," jelas Jitno.
Ketika ditanya sampai kapan pameran itu berlangsung. Jitno lagi-lagi menjawab takdir. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada pameran gratisan selama 24 jam penuh itu.
Tidak ada ketakutan yang terpancar dari mata Jitno jika lukisannya tergerus cahaya matahari atau hilang pada malam hari. Yang jelas, kepuasan batinnya dalam berekspresi sudah dapat dia salurkan dalam gang ini.
Pameran lukisan jalanan di Gang Citra, jalan Komp. Udara Sopadio, Kota Bandung. Sebanyak 41 lukisan di pamerkan di sepanjang gang berjarak 100 meter.
Sketsa dan Wanita
Berbagai lukisan dengan bermacam-macam perspektif dan ukuran ditampilkan. Namun ada satu dinding yang diisi oleh 14 sketsa wajah yang dia buat secara singkat. Sketsa wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengkap dengan tanda tangannya dipajang menggunakan figura di bagian tengah sketsa.
Jitno hanya mengatakan bahwa dia menemui Jokowi di Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 2014 silam. Jokowi yang menyadari pernah bertemu Jitno di Solo kemudian memberikan tanda tangannya sebagai ganti diskusi karyanya.
Tangan Jitno menunjuk pada salah satu sketsa perempuan. "Saya ambil sketsa itu dari televisi, saat dia lagi sidang," kata Jitno. Adalah Jessica Kumala Wongso, terdakwa kasus pembunuhan bermodus kopi sianida yang ramai diperbincangkan beberapa tahun lalu.
Di ujung dinding, ada gambar sketsa wajah tampak samping seorang ibu yang sedang duduk. Sketsa yang satu ini tampak lebih detail dibanding sketsa lainnya. "Itu pun bojo (istri), dia lagi main ponsel," katanya.
Jitno mengaku obyek wanita dalam lukisannya sebagai salah satu favoritnya dalam berkarya. Dia menilai, wanita merupakan sosok kompleks yang tidak bisa dia baca dan tafsirkan begitu saja menjadi lukisan.
Terbiasa melukis wajah pun membuat Jitno mengetahui karakter setiap obyeknya hanya dari matanya. Namun soal wanita, Jitno menyerah. "Mereka kompleks, sulit digali dengan berbagai macam pikirannya," jelasnya.
Jitno menutup diskusi kami dengan memberikan demo gambar sketsa. Dia menghadiahi Republika.co.id hasil sketsanya sebagai tanda terima kasihnya karena telah berkunjung ke pamerannya.