Rabu 22 Aug 2018 12:03 WIB

Aksi Jual Dolar AS Berlanjut Setelah Trump Kritik The Fed

Trump mengkritik kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunga

Petugas menghitung uang dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang Bank BTN, Jakarta, Jumat (20/7).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Petugas menghitung uang dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang Bank BTN, Jakarta, Jumat (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Aksi jual dolar AS berlanjut hingga akhir perdagangan Selasa (21/8) atau Rabu (22/8) pagi WIB. Aksi jual ini marak setelah Presiden AS Donald Trump mengkritik kebijakan Gubernur Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed), untuk menaikkan suku bunga dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada Senin (20/8).

Trump mengatakan bahwa dia 'tidak senang' dengan kebijakan kenaikan suku bunga Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan mengatakan bank sentral AS harus berbuat lebih banyak untuk membantunya meningkatkan ekonomi.

Komentar Trump datang ketika pasar bersiap untuk rilis risalah pertemuan kebijakan Federal Reserve pada Rabu waktu setempat dan simposium tahunan Jackson Hole untuk petunjuk arah kebijakan moneter AS, yang akan menampilkan pidato Powell pada Jumat (24/8).

"Meskipun terlalu dini untuk mengatakan bahwa The Fed akan mendengarkan (komentar suku bunga Trump), itu memiliki efek ambil untung terhadap dolar AS," kata Samarjit Shankar, direktur strategi global BNY Mellon di New York.

Selama ini, presiden AS jarang mengkritik The Fed, yang independensinya dianggap penting untuk stabilitas ekonomi. Namun, Trump telah membuat pengurangan defisit perdagangan AS sebagai prioritas, dan kombinasi kenaikan suku bunga serta penguatan dolar AS menimbulkan risiko bagi pertumbuhan ekspor.

"Tampaknya Trump akan mempertahankan dolar AS sedikit di sisi yang lemah agar tetap kompetitif," kata kepala analis pasar CMC Markets David Madden.

Tugas itu mungkin terbukti sulit. "Mendorong dolar AS turun untuk jangka panjang bisa menjadi tugas yang sulit dengan taruhan lebih aman di tengah kekhawatiran tentang perang perdagangan dan krisis ekonomi Turki," kata analis di Western Union Business Solutions.

Meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya serta penurunan lira Turki telah memperkuat dolar AS, karena pasar mencari investasi yang kurang berisiko pada saat terjadi gejolak geopolitik.

Greenback melemah pada Selasa (21/8) karena para investor beralih ke aset-aset investasi safe haven tradisional lainnya, seperti yen Jepang dan franc Swiss.

Dolar AS jatuh ke serendah 109,76 yen Jepang, terendah sejak 27 Juni. Terhadap franc Swiss, dolar melemah ke titik terendah sejak 9 Juli, di 0,99.

Indeks dolar AS, ukuran kekuatan greenback terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, turun 0,51 persen menjadi 95,25 setelah menyentuh 95,08, terendah sejak 9 Agustus. Terhadap mata uang AS, euro menguat 1,05 persen ke tertinggi harian 1,16 dolar AS.

Kekhawatiran bahwa krisis mata uang di Turki akan merugikan bank-bank zona euro dan ketidakpastian tentang anggaran yang direncanakan pemerintah Italia telah membebani euro baru-baru ini. Dolar Australia 0,57 persen lebih tinggi pada 0,74 dolar AS, setelah Perdana Menteri Malcolm Turnbull selamat dari pemungutan suara kepemimpinan dengan selisih tipis.

sumber : Antara/Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement