Rabu 22 Aug 2018 13:46 WIB

Pengusaha Desak Trump dan Erdogan Selesaikan Perselisihan

AS dan Turki masih berselisih mengenai kasus pendeta Andrew Brunson

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Dewan Turki Amerika Serikat (AS) dan Ketua Dewan Bisnis Turki AS yang mewakili 250 perusahaan meminta Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Tayyip Erdogan untuk bertemu. Hal itu guna mengakhiri perselisihan mengenai pendeta AS Andrew Brunson.

"Hanya dua presiden tersebut yang dapat mengembalikan hubungan ini ke jalurnya," ujar Ketua Dewan Bisnis Turki AS Mehmet Ali seperti dilansir Reuters, Rabu (22/8). Menurutnya, pertikaian ini harus segera diakhiri sebelum merusak hubungan secara permanen.

Kedua negara itu menemui jalan buntu atas tuntutan Washington untuk membebaskan Brunson. Sementara Turki ingin Departemen Keuangan AS menghentikan penyelidikan terhadap mayoritas milik negara Halkbank yang menghadapi denda AS dan berpotensi besar melanggar sanksi Iran.

Brunson membantah tuduhan Turki. Tuduhan itu mengatakan ia terlibat dalam komplotan melawan Erdogan dua tahun lalu.

Presiden dan CEO Dewan Turki Amerika menambahkan, kesepakatan merger dan akuisisi senilai 300 juta dolar AS oleh sebuah perusahaan Turki di AS ditangguhkan pekan lalu karena ketidakpastian politik. Lalu perusahaan Turki kedua, mempertimbangkan kembali rencana untuk memproduksi produk baja di AS setelah Washington baru-baru ini memberlakukan tarif tambahan baja dan aluminium pada impor Turki.

"Itu semua berisiko sekarang, bukan karena mereka tidak masih melihat peluang. Hanya saja karena mereka tidak tahu ke mana hubungan politik akan pergi," ujar Beasey mengacu pada peningkatan perdagangan dan investasi antara kedua negara.

Ia menuturkan, AS menggunakan kekuatan ekonominya dengan cara berbahaya untuk kepentingan politik. "Kami tidak setuju dengan penggunaan sanksi karena alasan itu. Kami dapat melihat dampak langsung," tegasnya.

Beasey juga mengatakan, mata uang Lira Turki sudah berada di bawah tekanan sebelum keretakan diplomatik, sehingga AS tidak bisa disalahkan atas kemundurannya. Meski begitu, kata dia, keputusan Washington untuk menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri Turki serta ancaman mendatang, telah memperburuk masalah.

Perlu diketahui, kelemahan Lira telah mendongkrak tekanan pada bank serta korporasi Turki yang sekarang menjadi penyebab penurunan peringkat kredit di pasar negara berkembang tahun ini. Aksi jual di Lira telah menyebar ke mata uang negara berkembang lainnya juga saham global dalam beberapa pekan terakhir.

Lira sudah kehilangan sekitar 40 persen nilainya terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Kurs tersebut melemah pada Selasa lalu usai Trump mengatakan akan memberi Turki tidak ada konsensi sebagai imbalan untuk pembebasan Brunson.

Sementara, Trump dan Erdogan terakhir bertemu di Brussels. Tepatnya di sela-sela pertemuan Puncak NATO di Brussels pada pertengahan Juli tahun ini, keduanya membahas kasus Brunson.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement