REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB menggelar sebuah upacara di New York, Amerika Serikat (AS), untuk mengenang wafatnya mantan sekretaris jenderal PBB Kofi Annan pada Rabu (22/8). Annan meninggal pada Sabtu pekan lalu.
Upacara tersebut dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Pada kesempatan itu, ia kembali mengenang sosok Annan. Menurutnya Annan adalah seorang yang memiliki solidaritas dan kepekaan tinggi terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan.
"Dia menempatkan orang-orang di pusat pekerjaan PBB dan mampu mengubah welas asih menjadi tindakan di seluruh sistem PBB," kata Guterres, dikutip laman Anadolu Agency.
Menurut Guterres, Annan pernah menghadapi kesalahan besar PBB saat menangani kasus genosida di Rwanda dan Srebrenica. Namun Annan berupaya memperbaiki hal tersebut. "Laporan-laporan yang dia tujukan bertujuan untuk memastikan kesalahan-kesalahan yang mengerikan seperti itu tidak pernah terulang, dan mengatur komunitas internasional pada arah baru dalam responsnya terhadap kekejaman massal, "kata Guterres.
Kofi Annan meninggal dunia pada Sabtu (18/8). Ia meninggal di sebuah rumah sakit di Bern, Swiss, pada usia 80 tahun. Kabar kematian Annan diumumkan yayasannya, yakni Kofi Annan Foundation. Menurut mereka, Annan meninggal karena sakit. Namun tak dijelaskan penyakit apa yang dideritanya. Kofi Annan Foundation hanya menerangkan bahwa pada momen-momen terakhirnya, Annan terus didampingi istrinya Nane dan anak-anaknya, yaitu Ama, Kojo, dan Nina.
Annan merupakan diplomat asal Ghana. Ia adalah orang Afrika pertama yang pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB selama dua periode, yakni antara Januari 1997 hingga Desember 2006. Masa jabatannya kala itu bertepatan dengan Perang Irak dan pandemi HIV/AIDS. Pada 2001, ia bersama PBB diganjar nobel perdamaian atas usahanya mempromosikan perdamaian dan menghentikan penyebaran HIV di Afrika.
Annan juga pernah menjabat sebagai utusan khusus PBB untuk Suriah. Ketika mengemban jabatan itu, Annan memimpin upaya untuk menemukan solusi damai atas konflik di negara tersebut. Selain itu, Annan juga sempat terlibat dalam usaha penyelesaian krisis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Ia diketahui merilis 88 rekomendasi untuk diimplementasikan Pemerintah Myanmar. Rekomendasi itu mencakup tentang status kewarganegaraan bagi etnis Rohingya.