Kamis 23 Aug 2018 11:25 WIB

Perekonomian Warga di Kaki Rinjani Lumpuh

Pendakian di Gunung Rinjani ditutup sampai waktu yang belum ditentukan.

Red: Ani Nursalikah
Sejumlah wisatawan Thailand yang terjebak di Gunung Rinjani tiba di pintu pendakian Bawak Nao, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Sejumlah wisatawan Thailand yang terjebak di Gunung Rinjani tiba di pintu pendakian Bawak Nao, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Aktivitas perekonomian warga yang bermukim di kawasan kaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, lumpuh pascagempa bumi yang terjadi sejak akhir Juli 2018. Rohmadaniyah, seorang warga yang menggantungkan hidupnya sebagai kuli angkut perlengkapan pendaki ini mengaku bingung mencari penghasilan lain setelah Gunung Rinjani dinyatakan ditutup sampai waktu yang belum ditentukan.

"Bingung juga mau kerja apa, kalau begini terus, merantau saja jadi TKI," kata bapak dua anak yang bermukim di Senaru, wilayah utara dari Kaki Gunung Rinjani, Kamis (23/8).

Begitu juga dengan kekhawatiran yang disampaikan Nursa'ad, pegiat jalur pendakian ke Gunung Rinjani dari gerbang rimba kawasan Senaru ini mengaku penghasilan sampingan dari produk perkebunan kopinya belum bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. "Kita yang punya sampingan kopi saja belum bisa mencukupi apalagi yang tidak punya sampingan," ujarnya.

photo
Pendaki Gunung Rinjani yang sempat terjebak longsor akibat gempa bumi tiba di Pos Bawaknao, Sembalun, Lombok Timur, NTB.

Hal senada turut disampaikan Rusmala, pemilik homestay di kawasan Kaki Gunung Rinjani bagian Timur, wilayah Sembalun. Ia mengaku tempat penginapannya itu sepi pengunjung sejak gempa pertama berkekuatan 6,4 Skala Richter pada akhir Juli 2018.