REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri Abu Darda mengisahkan kebiasaan suaminya. Bila berbicara, ungkap dia, Abu Darda selalu tersenyum di setiap kalimat yang ia ucapkan. Dengan kebiasan itu, istrinya itu menegurnya. "Janganlah engkau berlaku seperti orang tolol atau berakal miring," katanya. Teguran itu tak membuat Abu Darda naik pitam.
Abu Darda menjelaskan mengapa ia berlaku demikian. Saat Rasulullah berbicara, ia selalu tersenyum. Dan, istri Abu Darda pun akhirnya mafhum dan tahu alasan yang mendasari tingkah suaminya itu. Ia mengatakan, senyuman Abu Darda saat berbicara muncul karena dia meniru cara Rasulullah berbicara.
Dalam buku Rasulullah, Manusia tanpa Cela dijelaskan, itu merupakan salah satu contoh keramahan Nabi Muhammad SAW dalam pergaulan dengan sahabat dan masyarakatnya. Keramahannya membuat tak ada orang yang merasa segan dan takut tehadapnya.
Baca: Tantangan Kemerdekaan
Sikap itu membuat para sahabatnya tak sungkan bercakap bahkan bercanda dengan Muhammad. Di sisi lain, tatkala Muhammad diajak bicara oleh orang lain, ia sangat serius mendengarkannya, sebagai sebuah penghormatan terhadap lawan bicaranya. Walaupun yang berbicara itu adalah orang miskin.
Muhammad mendengarkannya dengan baik, serta jika ada yang perlu ditanyakan ia bertanya secara tulus dan serius. Amr bin Ash yang diriwayatkan ath-Thabrani mengungkapkan, Rasul akan menghadapkan mukanya kepada orang yang diajak bicara meski di hadapannya adalah orang yang paling jahat.
Wajah Muhammad selalu berseri-seri dan senyuman selalu tersungging di bibirnya. Jika ada orang yang baru datang, disambutnya dengan riang. "Selamat datang kepada yang baik dan tetap akan baik," katanya ketika menyambut kedatangan sahabatnya, Ammar bin Yaasir.
Baca Juga: Musik dalam Peradaban Islam
Kisah lainnya disampaikan an-Nasai, yang diperolehnya dari Khudaifah. Pertemuan dengan para sahabatnya bakal mendorong Muhammad menjabat tangan sahabatnya dan mendoakannya. Ia menjawab salam lebih panjang terhadap salam yang disampaikan sahabat-sahabatnya.
Terkadang, Rasul bergurau dengan mereka untuk menggembirakan hati. Suatu saat, ada seseorang datang menemui beliau dan meminta seekor unta untuk dinaikinya. Rasul menjawab, akan membawakan orang itu anak unta saja. Orang itu keheranan dan menolaknya, "Untuk apa anak unta itu Rasulullah?"
Dengan santai Muhammad menjawab, "Bukankah setiap unta dilahirkan oleh unta betina?" Afzalur Rahman melalui karyanya, Ensiklopedi Muhammad, mengatakan, Muhammad merupakan teladan dalam keramahan dan kesantunan terhadap orang lain.
Beliau, ujar dia, tak pernah berbicara dengan keras dengan cara yang tidak pantas. Waktu belanja ke pasar, Muhammad biasa melintas dengan tenang di depan orang-orang dengan senyum mengembang di bibirnya. Ia berlaku santun kepada siapa saja.
Rasul pun menyatakan, malu atau sikap santun merupakan sebagian dari iman, dan iman akan memasukkan seorang Muslim ke dalam surga. Sedangkan, ketidaksantunan adalah bagian dari kekerasan hati yang akan menuntun seseorang ke neraka.
Aisyah, sang istri, memberikan kesaksian atas sikap keramahan dan kesantunan yang melekat pada Muhammad. Rasulullah, jelas dia, adalah orang paling lemah lembut, selalu tersenyum dan tertawa. Rasul selalu terbuka atas kritik dan protes, dan dengan santun mengoreksi.
Menurut Ibnu Mas'ud, seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan menghamburkan kata-kata keras kepadanya hingga urat lehernya terlihat dengan jelas. Dengan santun Muhammad berkata, "Berlemahlembutlah. Aku bukanlah raja, aku hanya putra dari seorang perempuan yang makan daging kering."
Demikian hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah yang dikutip dalam Manajemen Cinta Sang Nabi karya Sopian Muhammad.