Kamis 23 Aug 2018 16:13 WIB

Soal Vonis Keluhan Suara Azan, Ini Sikap Muhammadiyah

Haedar meminta masyarakat untuk terus memupuk toleransi.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan paparannya saat acara Festival Dialog Generasi Muslim Milenial di Jakarta, Selasa (31/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan paparannya saat acara Festival Dialog Generasi Muslim Milenial di Jakarta, Selasa (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menghormati keputusan Pengadilan Negeri di Tanjung Balai, Sumatra Utara, atas putusannya terhadap Meiliana terkait keluhan suara azan. Meiliana divonis kurungan 1,5 tahun penjara dengan pasal penodaan agama setelah mengeluhkan suara azan yang dinilai terlalu keras.

"Kita menghormati setiap keputusan pengadilan," ujar Haedar di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (23/8).

Kendati demikian, Haedar pun menekankan masyarakat untuk terus memupuk toleransi antarsesama. Haedar mencontohkan, penggunaan pengeras suara di setiap tempat ibadah, baik itu masjid maupun gereja, perlu dilakukan dengan menjaga perasaan umat lain.

Selain itu, ia juga mengingatkan masyarakat untuk bersikap dewasa dalam menyikapi segala masalah. Sebab, tak semua permasalahan dapat masuk ke ranah hukum. Sebagai warga, kata ia, jangan juga terlalu sensitif.

"Kadang masyarakat kurang proporsional juga. Kalau ada hiburan, kadang tanpa izin gede-gede suaranya sering ga terganggu, tapi ada suara azan dikit kencang terganggu. Ini kan saya pikir kalau dipupuk itu ada kedewasaan sehingga tidak semua hal masuk ke ranah hukum," kata Haedar.

Terkait kasus hukum Meiliana, Haedar pun kemudian menyarankan untuk mengajukan banding ke pengadilan. Karena, menurutnya, ranah hukum bersifat hitam dan putih.

"Kalau kita bersengketa secara sosial, tidak tuntas ya di ranah hukum. Nah, kalau dihukum, kita terima putusan hukum. Bagi yang tidak puas, naik banding," ujar dia.

Lebih lanjut, Haedar mengatakan, adzan yang dilakukan oleh umat Muslim memang harus terdengar oleh umat Muslim lainnya sehingga mereka dapat menunaikan ibadah. Kendati demikian, ia mengingatkan, kadar volume suara azan memang masing-masing berbeda di tiap daerah.

"Kalau di dalam hati gak kedengeran jamaah. Soal seberapa volume suara itu tentu kan punya kadar masing-masing, bukan soal besar kecil suara azan, begitu juga nanti suara di gereja," kata Haedar.

Baca juga, Terdakwa Perkara Penodanaan Agama Divonis 15 Tahun Penjara.

Meiliana (44), terdakwa perkara penodaan agama yang memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumut, dua tahun lalu, terus menangis. Dia divonis bersalah dan dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara atas perbuatannya.

Hukuman ini dijatuhkan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (21/8). Majelis hakim menyatakan perempuan itu terbukti bersalah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHP.

Meiliana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. "Menjatuhkan kepada terdakwa pidana penjara selama satu tahun enam bulan dikurangi masa tahanan," kata hakim ketua, Wahyu Prasetyo Wibowo, Selasa (21/8).

Putusan majelis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, JPU dari Kejari Tanjung Balai, Anggia Y Kesuma, juga meminta agar Meiliana dihukum satu tahun enam bulan penjara. Menyikapi vonis ini, Meiliana dan pengacaranya menyatakan akan menempuh upaya banding.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement