Kamis 23 Aug 2018 16:47 WIB

30 Warga Kamboja Dideportasi dari Amerika

Kebijakan deportasi tuai kritikan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Deportasi (ilustrasi)
Foto: Republika
Deportasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Sebanyak 30 warga kenegaraan Kamboja telah mendarat di Kamboja di negara asal pada Rabu (22/8). Mereka kembali ke kampung halaman setelah Pemerintahan Amerika Serikat (AS) mendeportasi warga asing.

Penerapan deportasi itu berdasarkan Undang-Undang AS mengenai pemulangan imigran karena bersangkutan dengan hukum dan belum menjadi warga negara Amerika.

Kelompok yang terdiri dari 30 warga Kamboja ini merupakan kelompok terakhir yang dikirim ke Kamboja dari AS berdasarkan perjanjian bilateral 2002. Sementara lebih dari 500 warga Kamboja lainnya telah dipulangkan.

Dikutip dari South China Morning Post dan beberapa media dunia lain, program menyoal imgran ini menjadi kontroversial dikarenakan berdampak pada terpisahnya keluarga.

Baca juga, Donald Trump Perluas Sasaran Deportasi Imigran Ilegal di AS.

Dalam beberapa kasus pun, orang-orang yang kembali ke Kamboja sebelumnya tidak pernah tinggal di Kamboja. Mereka lahir di pengungsi yang melarikan diri ke kamp-kamp di Thailand untuk melarikan diri dari rezim Khmer Merah pada kejahatan genosida pada pemerintahan Kamboja era 1975-1979.

Kritikan terhadap kebijakan deportasi AS menyebar ke berbagai kalangan. Termasuk sampai ada yang terisolasi dan melakukan kejahatan hingga mengalami masalah perbedaan budaya.

"Orang-orang yang kembali mengalami kesulitan beriteraksi dengan masyarakat Kamboja itu sendiri, sebab banyak yang menghabiskan separuh hidupnya di AS," kata pernyataan kritikan seorang di Kamboja dikutip dari laman South China Morning Post.

Perwira Polisi di Kementerian Dalam Negeri Kamboja, Jendral Prok Maytola mengawasi program yang dilakukan itu. Ia mengatakan, semua yang kembali dari AS ke Kamboja berjenis kelamin laki-laki dan dipulangkan pada Rabu (22/8) waktu setempat.

"Mereka dideportasi AS setelah mereka menyelesaikan hukuman penjara di sana," ujar Jendral Prok.

Setelah tiba di Kamboja, kata dia, kelompok terakhir itu sementara tinggal dengan organisasi non pemerintah yang didanai oleh pemerintah AS. Di sana mereka menerima pelatihan soal hukum dan budaya Kamboja dan organisasi tersebut juga membantu dalam mencari pekerjaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement