Kamis 23 Aug 2018 23:02 WIB

Sungai Martabatku Jadi Tema Jambore Sungai 2018

Jambore Sungai 2018 kali ini akan dihelat di Kota Yogyakarta.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Peserta Jambore Sungai 2017 turun langsung ke Sungai Bedog DI Yogyakarta, Ahad (27/8)
Foto: Wahyu Suryana/Republika
Peserta Jambore Sungai 2017 turun langsung ke Sungai Bedog DI Yogyakarta, Ahad (27/8)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jambore Sungai kembali diselenggarakan tahun ini. Usai sukses digelar pada 2016 dan 2017 di Kabupaten Sleman, Jambore Sungai 2018 kali ini akan dihelat di Kota Yogyakarta.

Kembali menggandeng Asosiasi Komunitas Sungai Yogyakarta (AKSY), Jambore Sungai akan berlangsung di Embung Langensari pada 26 Agustus 2018. Setelah Kota Yogyakarta, Jambore Sungai direncanakan berlangsung di Bantul.

Akan ada lomba foto, lomba mewarnai dan lomba menggambar untuk memeriahkan Jambore Sungai tahun ini. Selain itu, ada diskusi sungai yang memiliki fokus sama dengan tema yaitu Sungai Martabatku.

Sebelum kegiatan jambore pada 26 Agustus 2018, akan dilakukan kerja bakti pada 24-25 Agustus 2018. Kerja bakti akan dilakukan di pertemuan aliran Kali Buntung dan Kali Gajah Wong.

"Sebab, begitu banyak sampah, nanti akan ada 75 orang yang akan melaksanakan kerja bakti," kata Kepala Bidang Pengairan dan Drainase Dinas PUPRP Kota Yogyakarta, Aki Lukman, di Diskominfo Kota Yogyakarta, Kamis (23/8).

Jika pada Jambore Sungai tahun-tahun lalu kerja bakti dilakukan sambil menyusuri sungai, tahun ini berbeda. Pasalnya, lokasi kerja bakti merupakan pertemuan aliran sungai, jadi kali ini dilakukan secara manual.

"Dan di sana sudah ngeri sekali, sungai-sungai kota yang dialiri air jadi mengalir sampah," ujar Aki.

Aki menambahkan, Kali Buntung sendiri bisa dibilang salah satu yang alirannya paling tercemar sampah di Kota Yogyakarta. Tapi, Kali Winongo yang alirannya bersinggungan terbilang tidak kotor.

Karenanya, ia berharap melalui Jambore Sungai ini masyarakat yang tinggal di aliran Kali Buntung tidak membuang sampah ke sana. Utamanya, masyarakat yang ada di utara atau sekitaran Kabupaten Sleman.

Terlebih, Kali Buntung memiliki aliran air yang disebut menyuplai ke tempat-tempat strategis seperti Masjid Gede Kauman dan Kraton. Artinya, dampak ketidakpedulian terhadap sampah itu dapat dirasakan banyak elemen masyarakat.

"Sejauh ini, dampaknya pemandangan yang tercemar, sampah-sampah padat, untuk dampak terhadap kualitas air belum diketahui," kata Aki.

Dulu, lanjut Aki, sebelum erupsi Gunung Merapi, memang pernah dilakukan pemasangan jaring-jaring sampah. Terutama, di aliran-aliran yang menjadi perbatasan sungai-sungai Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.

Pemasangan itu dilakukan pula ke arah-arah menuju luar Kota Yogyakarta. Sehingga, ketika ada sampah-sampah yang tersumbat di jaring-jaring, akan diketahui asal muasal dari sampah-sampah tersebut.

Setelah 2010, jaring-jaring memang dicabut untuk memudahkan aliran erupsi. Saat ini, masih dilakukan kajian-kajian untuk memasang jaring-jaring itu kembali, mengingat selain dampak positif, pasti ada dampak negatifnya.

Status Gunung Merapi yang sampai saat ini masih waspada turut menjadi pertimbangan tidak dilakukan pemasangan jaring-jaring. Untuk itu, Jambore Sungai 2018 diharap turut membahas itu dan mencari solusi terbaik saat ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement