REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kapolda Kalimantan Barat Irjen (Pol) Didi Haryono menyatakan hingga saat ini polisi sudah menangkap 12 orang yang diduga melakukan pembakaran lahan di provinsi itu. Akibat pembakaran lahan, tercatat 885 titik panas di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) dan menjadi titik panas terbanyak.
"Sebanyak dua orang yang ditangkap itu dari 14 tempat kejadian perkara, karena diduga melakukan pembakaran lahan," kata Didi Haryono di Pontianak, Jumat.
Data yang dihimpun, tercatat Polresta Pontianak sudah menangkap tiga orang pelaku pembakaran lahan hingga meluas. Selain itu, Polres Sintang menangkap lima orang, Polres Bengkayang dua orang pembakar lahan, dan Polres Sambas menangkap satu pembakar lahan.
Didi mengancam akan menindak tegas siapapun yang terbukti dengan sengaja membakar lahan hingga menyebabkan kebakaran meluas di Kalbar. Didi juga mengajak seluruh lapisan masyarakat di Kalbar untuk ikut memadamkan kebakaran hutan dan lahan di provinsi itu.
Ia menegaskan sumber api yang kecil juga akan berdampak pada potensi kebakaran besar. Karena itu, masyarakat diminta jangan membakar lahan, hutan, pekarangan pada musim kemarau panjang ini.
Pemadaman kebakaran lahan dari udara dengan 'water bombing' (ilustrasi)
Ia berharap masyarakat melaporkan dan dokumentasikan orang yang melakukan pembakaran. "Bila perlu viralkan, biar menjadi petunjuk bagi petugas dalam melakukan penindakan," katanya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Pontianak telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 55 Tahun 2018 tentang Larangan Pembakaran Lahan. Peraturan ini bertujuan untuk menindak tegas pembakar lahan dan yang membiarkan lahannya terbakar di wilayah Kota Pontianak.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) telah mengerahkan 10 unit helikopter water bombing untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Kalbar. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pihaknya dibantu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca menggunakan pesawat Casa 212-200 TNI AU.
"Sudah lima ton bahan semai Natrium Clorida (CaCl) ditaburkan ke dalam awan-awan potensial di angkasa, dan dalam beberapa hari turun hujan, meski tidak merata, namun mengurangi jumlah kebakaran yang ada," ungkapnya.
Jenis lahan yang terbakar menjadi kesulitan tersendiri bagi BNPB dalam memadamkan api. Sutopo mengatakan, lahan yang terbakar sebagian besar merupakan jenis gambut. Ditambah, cuaca kering dan terbatasnya air menjadi kendala lain.
Banyaknya titik panas kebakaran hutan dan lahan di Kalbar ini terkait dengan kebiasaan masyarakat membakar lahan sebelum membuka lahan. Masyarakat di Kabupaten Sanggau, Sambas, Ketapang, Kubu Raya dan lainnya memiliki tradisi "gawai serentak", yaitu kebiasaan persiapan musim tanam dengan membuka lahan dengan cara membakar. Meskipun pemerintah daerah telah melarang, kebiasaan ini masih dipraktikkan di banyak tempat, katanya.
"Tantangan ke depan bagaimana memberikan solusi kepada masyarakat agar dapat menerapkan pertanian tanpa bakar atau insentif tertentu," ujarnya.