Jumat 24 Aug 2018 17:03 WIB

Kementan: Pelaku Usaha & Peternak Bangun Persusuan Nasional

Mitra industri pengolahan susu (IPS), importir dan peternak untuk susu berkualitas

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: EH Ismail
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kanan) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (kedua kiri) berbincang dengan peternak sapi saat menghadiri Jambore Peternakan Nasional 2017 di Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu (24/9).
Foto: ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kanan) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (kedua kiri) berbincang dengan peternak sapi saat menghadiri Jambore Peternakan Nasional 2017 di Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu (24/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita meminta pelaku usaha menggandeng peternak sapi perah untuk membangun persusuan nasional.  “Saya meminta industri pengolahan susu (IPS) dan importir bermitra dengan peternak sapi perah agar hasil susunya berkualitas,” kata Diarmita dalam acara Sosialisasi Revisi Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri, di Dinas Ketahanan Pangan dan  Peternakan Provinsi Jawa Barat, Jumat (24/8).

Selama sepekan, Ketut Diarmita berkeliling Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hari ini, Diarmita melanjutkan kunjungan ke Jawa Barat. Diarmita membahas nasib persusuan nasional, terutama keberlangsungan usaha peternak sapi perah kedepan.

“Di sini saya ingin mengkomunikasikan dengan IPS, importir, koperasi dan peternak bahwa meskipun keberadaan Permentan 26 direvisi, namun bukan berarti kita harus larut di dalamnya,” ujar Diarmita.

Ia menegaskan, perubahan peraturan tersebut karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. “Perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, sehingga kita harus mensinergikan semua peraturan dengan aturan di WTO, terutama terkait dengan ekspor-impor,” ungkapnya. 

Lebih lanjut Diarmita menjelaskan, adanya Permentan Nomor 33/2018 bukan berarti kemitraan hilang. Sebab dalam peraturan di dunia ini tidak ada yang melarang pelaku usaha dan peternak untuk melakukan kemitraan (partnership). Menurutnya, dalam menghadapi era perdagangan bebas saat ini harus dengan cara bijak, terutama dalam upaya meningkatkan produksi susu di dalam negeri yang berkualitas dan berdaya saing.

Diarmita menambahkan, Pulau Jawa merupakan sentra persusuan nasional. Namun setelah berkeliling di beberapa wilayah, ternyata permasalahan peternak sapi perah saat ini adalah kualitas susu, handling ternak, perkandangan, jumlah bakteri, dan kualitas pakan yang masih kurang. Untuk itu, Diarmita mengimbau  IPS dan importir agar tergugah hatinya untuk bermitra dengan peternak yang merupakan bentuk dari komitmen dan integritas terhadap bangsa.

 

“Saat ini kita terus mengimbau para pelaku usaha (IPS dan importir) untuk dapat memanfaatkan susu segar dari dalam negeri dan peternak juga harus siap meningkatkan produksi dan kualitas, sehingga harus berimbang,” ujarnya kepada seluruh pelaku usaha pengolahan susu, anggota koperasi, dan para peternak sapi perah, serta Dinas Kabupaten/Kota se Jawa Barat yang hadir dalam pertemuan tersebut.

“Hidup harus saling menolong, tolonglah peternak yang saat ini sedang menjerit, bermitralah dengan peternak. Jangan berpikir untuk impor dan impor, namun sapi perah di dalam negeri tidak berkembang,” ucap I Ketut. “Gunakan hasil dari peternak kita, dan buatlah kemitraan dengan peternak/Gabungan Kelompok Ternak/Koperasi,” tuturnya.

Diarmita mengatakan, Kementerian Pertanian selaku Pemerintah akan membackup dari sisi regulasi. “Saat ini Saya berkonsentrasi agar peternak tidak galau lagi, kami siap membela peternak untuk terus maju dan kita akan siapkan regulasi baru,” paparnya.

Menurutnya, sepanjang IPS, importir, koperasi dan peternak satu visi membangun sapi perah maka semua akan tersenyum. “Kita harus jadi bangsa yang besar, bukan bangsa yang hanya mengandalkan impor,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, perwakilan dari Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pengalengan menyampaikan, saat ini produksi susu sapi di koperasinya mencapai 80 ton per hari, dengan 13 ribu ekor sapi laktasi dan populasi 71 ribu ekor. Hasil susu dikirim ke beberapa IPS dan sebagian kecil diolah menjadi produk olahan susu yang lain. Selama ini, koperasi dan anggotanya telah memperoleh pembinaan yang sangat intensif, pembinaan sangat bermanfaat untuk peningkatan kualitas susu dengan TPC saat ini sudah sesuai standar, sehingga dapat meningkatkan harga susu. Hal tersebut berkat adanya program kemitraan yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Dedy Setiadi dari GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) Jawa Barat mengatakan, peternak sangat mengapresiasi lahirnya Permentan Nomor 26/2017. Sebelumnya kemitraan ada yang besar dan yang kecil dengan adanya Permentan ini  menurutnya seperti ada penghulunya, sehingga diharapkan akan ada Regulasi pengganti diatas Permentan yang memperkuat kemitraan tersebut.

 

Beberapa perwakilan importir bahan baku susu mengatakan, implementasi Permentan 26 telah membawa dampak atau efek domino positif, terutama peningkatan konsumsi susu segar di dalam negeri melalui kegiatan promosi gerakan minum susu ke anak-anak sekolah. Dengan adanya perubahan Permentan ini, peternak menanyakan tindaklanjut apakah masih ada kewajiban untuk melaksanakan dan melaporkan. Mengingat kemitraan tidak lagi diwajibkan, maka pelaku usaha berharap pemerintah memberikan insentif atau reward bagi pelaku usaha yang telah bermitra.

Sementara itu, Yeka dari PATAKA (Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi) menyampaikan hasil pertemuan sosialisasi dan rekomendasi dari tiga provinsi (Jatim, Jateng dan Jabar) yaitu:

a. Perlu segera disusun peraturan pengganti yang tidak mempengaruhi perdagangan internasional.

b. Dalam rentan waktu penyusunan peraturan baru diperlukan adanya semacam Surat Keputusan Menteri yang menyatakan kemitraan masih tetap diimplementasikan dengan mengacu pada peraturan/regulasi yang berlaku.

c. Para peternak dan koperasi mengharapkan susu menjadi salah satu komoditas yang diatur Harga Pembelian ditingkat peternak (HPP), untuk itu komoditi susu perlu dimasukkan sebagai barang kebutuhan pokok dan barang penting melalui usulan revisi Perpres Nomor 71 Tahun 2015.

d. Untuk menekan biaya produksi, para peternak sapi perah mengharapkan adanya bantuan subsidi pakan hijauan dan konsentrat, serta kesehatan ternak.

e. Pelaku usaha (IPS dan importir) tetap mendukung adanya kemitraan dan pelaksanaannya perlu ditingkatkan agar dapat memberikan keuntungan yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam kemitraan serta perlu adanya komitmen dan konsistensi antar pelaku yaitu peternak/kelompok peternak/gapoknak, koperasi, pelaku usaha (importir dan IPS) dalam pelaksanaan kemitraan.

f. Mengingat kemitraan bukan lagi diwajibkan maka pelaku usaha (IPS dan Importir) mengusulkan perlu adanya insentif atau reward bagi pelaku usaha yang bermitra agar kemitraan menjadi “menarik” untuk dilaksanakan.

g. Perlu dibentuk Tim Pendamping lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berfungsi untuk mendampingi pelaksanaan kemitraan, melakukan uji petik kemitraan serta memberikan masukan kepada Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement