REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menanggapi kasus Meiliana (44) yang memprotes suara azan. Ia mengatakan, mengenai kasus Meiliana harus jelas mengenai perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan. "Kalau hanya sekadar memprotes apalagi dengan cara baik agar azan jangan terlalu keras, maka itu tidak menistakan agama," ujar Din dalam keterangan tertulis, Senin (27/8).
Namun, menurut dia, kalau Meiliana menolak sambil mencela azan sebagai ajaran dan praktik keagamaan, hal tersebut memang menistakan agama. "Kalau dia menolak sambil mencela azan sebagai ajaran atau praktik keagamaan, maka itu termasuk menistakan agama," katanya menjelaskan.
Kemudian, jika Meiliana melakukan protes suara azan sambil mencela dan menghina, yang dilakukan Meiliana termasuk menistakan agama. Din melanjutkan, karena Meiliana bukan lagi sekadar memprotes suara azan, melainkan mencela praktik keagamaan umat Islam.
"Kalau dengan cara kasar dan sinis (sambil mencela, menghina), sesungguhnya yang dia lakukan itu bukan memprotes suara azan, tetapi mencela praktik keagamaan umat agama lain, maka sesungguhnya dia menistakan agama," ujar Din.
Baca: Soal Vonis Meiliana, Ini Kata Tokoh Tionghoa Tanjungbalai
Kasus Meiliana bermula pada 29 Juli 2016 ketika dia menyampaikan keluhan kepada tetangganya, Uo, atas terlalu besarnya volume pengeras suara masjid di depan rumah. Uo kemudian menyampaikan keluhan Meiliana tersebut kepada adiknya, Hermayanti.
Namun, ungkapan yang disampaikan Uo ke Hermayanti menyinggung ras Meiliana yang merupakan warga keturunan Tionghoa beragama Buddha. Ucapan yang menyebut ras Meiliana itu juga disampaikan Hermayanti kepada Kasidi, ayah Uo, dan Hermayanti, yang merupakan pengurus masjid setempat.
Kasidi pun menyampaikan keluhan tersebut kepada sejumlah pengurus masjid. Akibatnya, terjadi konflik antara para pengurus masjid dan Meiliana hingga berimbas pada perusakan rumah tinggal Meiliana dan vihara setempat. Meiliana pun dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai terpidana atas kasus penistaan agama dengan vonis 18 bulan penjara pada Selasa (21/8) oleh Pengadilan Negeri Medan.