REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, Keamanan (Menko Polukam) Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengimbau setiap pihak untuk menahan diri untuk tidak membuat suasana ricuh menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Ia berharap, pemilu yang akan dilaksanakan sekitar delapan bulan ke depan dapat berjalan dengan damai.
Menurut dia, pemerintah nenginginkan pemilu yang demokratis bermartabat dan elegan. "Yang penting ialah masyarakat, terutama politikus bisa menahan diri untuk tidak membuat suasana menjadi terlalu panas," kata dia di Jakarta, Senin (27/8).
Menurut dia, saat ini baru memasuki fase awal dalam pemilu. Karena itu, masyarakat harus melaluinya dengan baik. Ia menegaskan, masyarakat tak perlu melakukan langkah-langkah ekstrem hanya karena masalah istilah.
Wiranto menegaskan, segala hal yang dilakukan dalam persiapan pemilu haruslah sesuai dengan aturan. Pemerintah mengharapkan masyarakat sabar mengikuti tahapan pemilu dengan seksama, sesuai aturan.
Ia mengimbau, masyarakat tidak saling fitnah dan membawa ujaran kebencian.
"Kalau melanggar kan ada Panwaslu, Bappilu, Bawaslu, ada cara untuk selesaikan permasalahan. Jangan sampai kita terpengaruh oleh pihak yang sengaja ingin mengacaukan pemilu. Pasti ada," kata dia.
Ia menambahkan, media juga tak perlu mengeksploitasi masalah yang terjadi. Menurut dia, kalau terus diributkan di media, gerakan #2019GantiPresiden akan terus tersebar luas dan membuat suasana menjadi panas.
Wiranto mengakui, saat ini suhu politik memang sedang menigkat. Namun, ia percaya masyarakat Indonesia suka damai.
"Kalau hangat-hangat kan biasa pemilu itu selalu, sebelum masuk, dalam suasana hangat. Hangat tak apa, tapi dengan gembira dengan cara yang baik elegan dan bermartabat," kata dia.
Aksi dan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian daerah masing-masing pun merasa berhak membubarkan mereka dengan alasan mengganggu ketertiban umum
"Polri menyatakan tegas tidak menerima surat tanda pemberitahuan penyampaian aksi tersebut dan akan dibubarkan karena dapat berpotensi terjadi gangguan terhadap ketertiban umum dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa," kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, Ahad (26/8).
Setyo menjelaskan, berdasarkan UU nomor 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat Di Muka Umum, terdapat empat pengecualian. Pengecualian itu yakni mengganggu hak asasi orang lain, mengganggu ketertiban umum, tidak mengindahkan ètika dan moral serta dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
"Sebagian besar masyarakat menolak karena belum masuk masa kampanye," ujar Setyo.
Menurut Setyo, masyarakat setempat meminta Pilpres 2019 harus diisi dengan kampanye adu cerdas program. "Bukan membuat tagar yg bisa menyinggung yang lain dan potensi konflik. Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat mengakibatkan konflik yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum dan memecah persatuan kesatuan bangsa," jelasnya.