Selasa 28 Aug 2018 18:07 WIB

Victoria Abdelfattah: Islam Menyelamatkanku

Victoria mengakui seharusnya sebagai remaja dia tak lepas dari agama.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf
Foto: Onislam.net
Mualaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perjalanannya meraih hidayah lewat perantara pria Muslim. Islam adalah agama yang asing bagi Victoria, hingga akhirnya perempuan yang dibesarkan dalam keluarga Kristen taat itu, ber kenalan dengan seorang pria Muslim. Perkenalannya diawali cukup sederhana melalui media sosial dan me mutuskan bertemu pada suatu Ahad, waktu sore ketika itu.

Sebenarnya, tak tebersit niat di benak Victoria melanjutkan hubungan lebih jauh dengan pria yang kelak menjadi suaminya itu. Victoria hanya berkeinginan ada teman saat dia harus merayakan ulang tahunnya. Pertemuannya hampir satu jam, dia langsung menyatakan perasaannya. Mereka memutuskan berkencan. Namun, dia perlu memikirkan dalam waktu lama karena lelaki ini seorang Muslim.

Sehingga, pasti ada perkara yang boleh dan tidak boleh dilakukan bagi pasangan kencannya itu. Saya belum pernah bertemu seorang Muslim dan sangat terkejut dengan kejujurannya, tetapi tidak keberatan semua itu," jelas dia.

Seusai pertemuan singkatnya itu, Victoria tertarik berselancar di dunia maya. Misinya cuma satu, yaitu meneliti in forma si dasar tentang Islam. Dia tidak berniat berpindah agama. Dia hanya ingin mengetahui bagaimana seorang Muslim dapat memengaruhinya jika berkencan.

Selama tiga puluh menit setelah mempelajarinya, saya menyadari betapa miripnya Kristen dan Islam, dan sangat bingung tentang bagaimana perbedaan yang tampaknya kecil itu menyebabkan perang besar antarpemeluk agama ini senjang sejarah. Ini membuat saya memutuskan melihat lebih jauh.

“Semakin saya melihat ke dalamnya, semakin saya tertarik oleh betapa miripnya kedua agama itu,” jelas dia.

Tiga hari kemudian, Rabu, dia meminta terjemahan Alquran ber bahasa Inggris. Pada titik ini dia masih sama sekali tidak tertarik berpindah agama, dia hanya suka meneliti hal-hal dan benar-benar tertarik pada betapa miripnya kedua agama itu.

Dalam proses pembacaannya tersebut, dia berada pada akhir surah al- Baqarah. Ayat ini membuatnya terpikat. Bahkan, jika ada waktu luang, dia menyempatkan diri membaca Alquran dan memperdalam mempelajari Islam.

Pada Senin berikutnya (hari kedelapan sejak perkenalan pertamanya dengan pria Muslim) adalah hari pertama Ramadhan. Dia memutuskan berpuasa pada hari pertama. Sekali lagi, dia masih belum tertarik berpindah agama.

“Saya hanya ingin merasakan rasanya berpuasa seperti yang dilakukan teman dekat saya selama ini. Saya kagum dengan banyak pengalaman spiritual itu dan akhirnya berpuasa sepanjang bulan, tutur dia.

Selama menjalankan puasa, dia telah membaca hampir sepertiga Alquran. Hingga saat itu dia belum menemukan hal-hal yang membuatnya tak sepaham dan kontra dengan pema ham annya.

Dia meyakini dan sepakat isi Alquran. Pada level inilah, hidayah semakin dekat menghampiri. Dia mulai mem pertimbang kan memeluk Islam. Namun, dia masih bertekad membaca Alquran hingga akhir. Dengan harapan, barang kali menemukan hal yang bertentangan dengan pen dapat pribadinya. Jika dia dapat menemu kannya, dia tidak akan mengucapkan syahadat.

Waktu pun terus bergulir. Pada Jumat (hari ke-12 sejak pertemuannya) dia pergi menghadiri shalat Jumat bersama calon suaminya. Itu adalah khutbah yang luar biasa melebihi khutbah yang selama ini pernah didengarnya ketika dia beribadat dalam keyakinan lamanya.

“Saya mendaftar di kelas online tentang Islam. Saya memutuskan jika tidak ada masalah, saya akan memeluk Islam. Pe kan berikutnya saya menyelesaikan seluruh kelas dan selesai membaca Alquran," ujar dia.

Hingga akhirnya, tibalah dia pada puncak pencarian. Pada 19 Juli, kurang dari sebulan setelah diperkenalkan ke Islam, Victoria mengucapkan dua kalimat syahadat. Islam lebih selaras dengan keyakinan saya dan saya menghargai aturan gaya hidup, membuat kepindahan keyakinan saya ke Islam cukup mudah. Memang ada masa-masa sulit, tetapi keyakinan saya, saya telah membuat keputusan yang tepat, membantu saya tetap kuat, jelas dia. 

Victoria tak bisa melupakan begitu saja masa lalunya yang berliku. Aktif dalam kegiatan kepemudaan gereja, tak lantas membuatnya menemukan kedamaian. Saya suka mempelajari kisah para nabi, tetapi untuk beberapa alasan saya tidak pernah berpikir tentang Yesus sebagai putra Allah, jelas dia.

Namun, ketika Victoria menginjak tahun terakhir di sekolah menengah mereka disibukkan masalah keluarga sehingga ibadah akhir pekan pun tak sesering sebelumnya. Bahkan, dia sama sekali tak pernah ke gereja semasa sekolah menengah.

Victoria mengakui seharusnya sebagai remaja dia tak lepas dari agama. Bahkan di masa remajanya dia merasa tersesat dan jauh dari Tuhan. Pada fase ini, dia masih percaya adanya Tuhan. Tetapi, perilakunya tak menunjukkan bahwa dia dekat dengan Tuhan, dia sempat menyesal karena tak lagi menginjak tempat ibadah.

Memasuki masa kuliah Victoria tinggal di asrama. Dia pun memiliki teman sekamar yang sangat religius. Dia juga bergabung dengan perkumpulan mahasiswi Kristen. Kapan pun topik agama muncul bersama mereka, mereka semua akan bersikeras bahwa jika saya tidak percaya Yesus adalah putra Tuhan, saya sama sekali tidak percaya kepadanya, bahwa jika saya tidak percaya kepada Yesus, saya bukan Kristen, dan jika saya bukan Kristen, saya tidak percaya pada Tuhan, ujar dia.

Semakin dia meragukan Tuhan, semakin dia menyimpang dari jalan-Nya, dan pada akhir kuliah dia menjalani kehidupan kampus yang sepenuhnya negatif. Meskipun dia berperilaku menyimpang, dia berkomitmen tidak melakukan tiga hal yang melanggar norma. Bukan karena Tuhan, melainkan karena keyakinan moralnya sendiri.

Setelah lulus, dia harus berpisah dengan banyak sahabatnya yang pindah ke luar negeri dan keluar kota. Pada Februari 2014 dia putus komunikasi dengan teman dekatnya yang telah terjalin selama empat tahun. Tidak ada lagi orang dekat yang membantu mengatasi gejolak emosinya. Dia semakin terpuruk.

Pada Juni 2014 saya menjalani gaya hidup yang sangat berbeda dari apa yang saya ba yangkan. Saya juga sangat pandai menyembu nyikannya dari keluarga dan teman-teman, mem biarkan perilaku saya lebih buruk, ujar dia. Puncaknya, pada 21 Juni adalah satu hari sebelum ulang tahunnya yang ke-23. Satu pekan sebelum ulang tahunnya dia justru melakukan tiga hal yang selama ini dia hindari. Sahabat yang mendengar kisahnya pun kecewa.

Padahal, itu merupakan janji yang dia pegang teguh. Temannya tersebut tidak mengatakan apa-apa, tetapi kekecewaan tersebut terdengar dari suaranya. Lambat laun, dia ingin kembali bangkit dan menghampiri Tu han. Hingga akhirnya, takdir mempertemu kannya dengan seorang Muslim. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement