Selasa 28 Aug 2018 19:42 WIB

Pemerintah Kaji Tambah Jumlah Barang Kena PPh Impor

Saat ini terdapat 900 barang konsumsi yang dikenakan PPh.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nur Aini
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).
Foto: bea cukai
Aktivitas ekspor impor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah mengkaji opsi penambahan jumlah barang konsumsi yang terkena Pajak Penghasilan (PPh) impor. Hal itu sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menghambat laju impor terutama dari barang konsumsi.

"Sekarang kita lihat lagi. Opsinya kan menaikkan tarif (PPh impor). Nah, ada opsi lain lagi yaitu menambah jumlah item barangnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara di kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (28/8).

Suahasil mengatakan, saat ini terdapat 900 barang konsumsi yang dikenakan PPh impor sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132 Tahun 2015 dan PMK 34/2017 dengan tarif bervariasi mulai 2,5 persen hingga 10 persen. Dia mengatakan, jika opsi penambahan barang diambil, barang tersebut harus sudah diproduksi di dalam negeri. Selain itu, kata Suahasil, opsi yang dipertimbangkan pemerintah adalah menaikkan tarif PPh impor.

Saat ini pemerintah gencar berupaya mengatasi defisit neraca transaksi berjalan. Hal itu guna memperkuat ketahanan devisa dan juga nilai tukar rupiah. Kendati demikian, kata Suahasil, kebijakan tersebut bukan satu-satunya jurus yang disiapkan pemerintah untuk menangani defisit neraca transaksi berjalan.

"PPh impor bukan satu-satunya. Ada juga misalnya evaluasi infrastruktur itu cukup besar. Kemudian, ada juga kebijakan mandatori B20," kata Suahasil.

Salah satu kemungkinan dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah ancaman sanksi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait retaliasi. Meski begitu, menurut Suahasil, hal itu tidak perlu dikhawatirkan lantaran pemerintah tidak berniat merevisi aturan bea masuk.

"Kan ini bukan bea masuk. Ini PPh impor jadi bisa dikreditkan. Artinya, bisa jadi bagian PPh terutang secara keseluruhan di akhir tahun pajak. Ini tidak jadi beban, hanya dalam jangka pendek bayar dulu," kata Suahasil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement