Selasa 28 Aug 2018 18:56 WIB

Pilot Menangis dan Merokok Sebelum Pesawat Jatuh

Pilot mengalami gangguan emosional selama penerbangan.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Kecelakaan Pesawat/ilustrasi
Foto: xinhua
Kecelakaan Pesawat/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU -- Data penyelidikan resmi kecelakaan pesawat di bandara internasional Nepal bocor. Dalam data itu, diketahui kecelakaan yang menewaskan 51 orang tersebut disebabkan oleh gangguan emosional yang dialami sang kapten.

Seperti dilansir the Guardian, Selasa (28/8), para penyelidik mengatakan, Kapten Abid Sultan menangis selama penerbangan setelah keahliannya dipertanyakan rekan kerja. "Ketidakpercayaan dan stres ini membuatnya terus-menerus merokok di kokpit dan juga mengalami gangguan emosional beberapa kali selama penerbangan," kata laporan itu.

Penerbangan pada 12 Maret itu bertolak dari ibu kota Bangladesh, Dhaka. Saat mendarat di Bandara Kathmandu, pesawat tergelincir ke dalam lapangan sepak bola. Pesawat meledak dan menewaskan 51 orang. Ini menjadi kecelakaan penerbangan paling mematikan di negara Himalaya selama beberapa dekade.

Baca Juga: 110 Tewas dan Tiga Kritis dalam Kecelakaan Pesawat di Kuba.

Dalam rekaman terungkap perilaku kapten yang terus berbicara sendiri. Hal ini  menyebabkan "kebingungan total" dari kopilot Prihutla Rashid yang menerbangkan pesawat ketika jatuh. Rashid baru saja memenuhi syarat dan sebelumnya tidak pernah mendarat di bandara Kathmandu.

Rancangan salinan laporan investigasi akhir yang dilihat oleh AFP menyimpulkan, kapten AS-Bangla Airlines berada di bawah tekanan dan terganggu secara emosional. Ini terjadi setelah seorang rekan kerja mempertanyakan reputasinya sebagai instruktur yang baik.

Selama penerbangan singkat itu, Sultan--mantan pilot angkatan udara Bangladesh yang juga seorang instruktur untuk maskapai--berbicara tanpa henti. Ia mencoba memberi kesan kepada junior yang merupakan kopilot terkait kompetensi dan kemahirannya.

Struktur Bandara Nepal yang berdekatan dengan Himalaya menjadikannya tempat yang sangat sulit untuk mendarat. Para penyelidik mengatakan, saat mesin pesawat mendekati landasan pacu, terjadi perubahan arah pada menit terakhir. Kapten gagal mengurangi kecepatan dan pemeriksaan pendaratan yang diperlukan tidak dilakukan.

Laporan itu merevisi jumlah kematian terakhir hingga 51 orang, termasuk kedua pilot. Sebanyak 20 penumpang berhasil melarikan diri dari reruntuhan yang terbakar. Tetapi, mereka mengalami luka serius.

Laporan yang saling bertentangan muncul segera setelah kecelakaan disebut terjadi karena kebingungan antara pilot dan kontrol lalu lintas udara. Sebuah sumber di kementerian pariwisata Nepal, yang memimpin penyelidikan kecelakaan itu, mengonfirmasi keaslian rancangan tersebut.

Kecelakaan itu paling mematikan di Nepal sejak September 1992. Saat itu, 167 orang yang berada di pesawat Pakistan International Airlines tewas saat pesawat jatuh  mendekati bandara Kathmandu.

Hanya dua bulan sebelumnya, sebuah pesawat Thai Airways jatuh di dekat bandara yang sama dan menewaskan 113 orang. Catatan keselamatan udara yang buruk di Nepal sebagian besar karena kurangnya pemeliharaan dan manajemen substandar yang tidak memadai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement