Rabu 29 Aug 2018 17:05 WIB

Pollycarpus Bebas, Kasus Munir Belum Terungkap Tuntas

Pollycarpus adalah terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir.

Rep: Antara, Dessy Suciati Saputri, Rizky Jaramaya, Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Pollycarpus Budiharjo
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pollycarpus Budiharjo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto resmi menghirup udara bebas, pada Rabu (29/8) pagi. Pollycarpus bebas setelah menjalani masa hukuman penjara di Lapas Sukamiskin Bandung.

"Senang sekali, saat ini saya sudah tidak ada beban lagi," kata Pollycarpus, didampingi istrinya Yosepha Hera I, saat mendatangi Balai Pemasyarakatan Kelas I Bandung Kalan Ibrahim Adjie Nomor 431 Kota Bandung, Rabu.

Pollycarpus dihukum selama 14 tahun melalui putusan peninjauan kembali yang diajukannya, 2 Oktober 2013. Putusan itu lebih ringan dibanding putusan Mahkamah Agung tertanggal 25 Januari 2008 yang memvonis Pollycarpus 20 tahun penjara.

Hukuman 14 tahun penjara itu kemudian dipotong masa tahanan dua tahun yang telah dijalani Pollycarpus saat kasus pembunuhan Munir pertama kali disidangkan. Putusan kasasi tertanggal 3 Oktober 2008 menjatuhkan pidana dua tahun penjara. Ia mulai ditahan sejak 19 Maret 2005. Kala itu, Pollycarpus seharusnya bebas pada 19 Maret 2007. Tapi, dengan remisi tiga bulan, dia terhitung bebas sejak 25 Desember 2006.

Hari ini, Pollycarpus bebas setelah selesai menjalani masa pembebasan bersyaratnya. Pollycarpus sebelumnya mendapatkan pembebasan bersyarat pada 2014.

Setelah itu, mantan Pilot Garuda Indonesia tersebut wajib lapor di Balai Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat. Pollycarpus tinggal melaporkan diri untuk terakhir kalinya pada hari ini di Balai Pemasyarakatan sebelum resmi dinyatakan bebas murni.

Kedatangan Pollycarpus ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Bandung, hari ini, untuk mengambil surat pengakhiran bimbingan sebagai surat yang menyatakannya bebas murni dari masa tahanan. Mantan pilot ini mengatakan setelah menjalani masa tahanannya di Lapas Sukamiskin Bandung, dirinya akan kembali memulai karir di dunia penerbangan.

"Saya kembali ke dunia penerbangan tempat saya di PT Gatari, kemudian ada rencana mau mengakuisisi perusahaan penerbangan juga ada rencana untuk mendatangkan helikopter yang ringan untuk keperluan seluruh Indonesia," katanya kepada para wartawan.

"Saya di Jakarta kemudian di daerah-daerah juga survei. Saya di Gatari Asisten Direktur, di Pasifik Sakti saya Direktur Operasi," kata dia pula.

Dia mengatakan, banyak yang orang yang mengalami nasib sama seperti dia, saat berada dalam lembaga pemasyarakatan. Namun, ia mengatakan apa yang sudah dijalaninya merupakan garis tangan yang harus dihadapinya.

"Kalau diamati, banyak yang mengalami seperti saya namun tidak terekspose saja. Di dalam penjara juga banyak orang yang mengalami nasib tidak semestinya. Ya sudah anggap close saja semuanya," ujar dia.

Baca juga:

photo
Istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati, memperlihatkan kartu pos yang berisi tuntutan saat kegiatan diskusi publik di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (28/10).

Respons Koalisi Keadilan Masyarakat untuk Munir

Koalisi Keadilan Masyarakat untuk Munir, yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk Munir merespons bebasnya Pollycarpus. Koalisi menyayangkan, hingga bebasnya Pollycarpus, kasus pembunuhan tersebut belum juga terungkap sepenuhnya.

Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Putri Kanesia menilai, bebasnya Pollycarpus adalah peristiwa yang menyakitkan bagi para pejuang HAM di Indonesia. "Tapi faktanya pelaku utamanya dan  dugaan melibatkan fasilitas negara juga belum diadili. Padahal Presiden beberapa kali menyatakan akan menyelesaikan tapi juga tidak ada kelanjutan," kata Putri di Kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (29/8).

Manurutnya, ketidakjelasan pengungkapan dalang pembunuhan Munir menunjukkan negara belum mampu memberikan keadilan bagi keluarga korban. Putri menambahkan, koalisi juga mendesak pemerintah untuk segera mempublikasikan Tim Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TFKMM) yang sebelumnya telah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sayangnya, dokumen tersebut justru dinyatakan hilang pada era Presiden Jokowi. Padahal, lanjut Putri, negara masih punya utang menyelesaikan kasus Munir hingga ke aktor-aktor utama dibalik kasus pelanggaran HAM tersebut.

"Kami menilai dengan bebas murninya Pollycarpus selaku aktor lapangan bukan berarti negara telah selesai dalam proses pengungkapan kasus Munir. Negara memiliki kewajiban menuntaskan aktor utamanya," kata dia.

Ketua bidang YLBHI Muhammad Isnur berharap, Jokowi dapat membuktikan pernyataannya yang berjanji untuk mengungkap kasus Munir. Menurut Isnur, Jokowi harusnya tidak hanya berucap lisan tetapi menunjukkan intensinya mengungkap kasus tersebut.

"Ini kerja kerja dan kerja, kerja itu ada hasilnya dua tiga ungkapan dia tadi dalam pidato tadi di media mana langkahnya, progresnya apa?" kata dia.

 

"Tapi faktanya pelaku utamanya dan  dugaan melibatkan fasilitas negara juga belum diadili. Padahal Presiden beberapa kali menyatakan akan menyelesaikan tapi juga tidak ada kelanjutan," Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia

 

Seharusnya, kata dia, Jokowi juga turut menekan agar dokumen Tim Pencari Fakta diungkapkan pada publik. Mengingat, Jokowi sebagai presiden memiliki kapasitas untuk melakukan hal tersebut.

"Apakah sudah ada rencana di-upload ke web biar publik bisa melihat dengan jelas. Nah Pak Jokowi kan katanya punya kemampuan me-manage agar itu terbukti output-nya," kata Isnur menegaskan.

Pihak Istana meminta masyarakat untuk menghormati proses hukum yang telah berjalan. “Semua orang harus menghormati proses hukum itu sendiri,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di kantornya, Jakarta, Rabu (29/8).

Menurutnya, kasus Pollycarpus ini merupakan persoalan murni hukum dan telah divonis bersalah. Lembaga eksekutif tak bisa mengintervensi persoalan hukum yang ada. Sebab, tiga lembaga yang ada, yakni yudikatif, eksekutif, dan legislatif masing-masing bersifat mandiri. Kasus Pollycarpus ini pun merupakan kewenangan kehakiman.

“Yang namanya eksekutif tidak boleh intervensi dalam persoalan hukum itu, karena ini benar-benar kewenangan kehakiman,” ujarnya menambahkan.

Pramono juga menyampaikan, hukuman yang dijalani Pollycarpus itu pun menunjukkan proses hukum yang telah berjalan. Proses hukum juga dikatakannya telah dimulai dari pemerintahan sebelumnya.

“Proses ini dimulai dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Bukan hanya di pemerintahan pada saat Pak Jokowi,” ucap Pramono.

Kendati demikian, Pramono mengatakan, pemerintah pasti akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM jika terdapat bukti-bukti baru.

“Semua hal yang berkaitan pelanggaran HAM, kalau ditemui fakta novum baru, ya pasti akan (diselesaikan),” ujarnya.

Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla juga menanggapi bebasnya Pollycarpus yang telah selesai menjalani bebas bersyarat. Jusuf Kalla mengatakan, apabila bebasnya Pollycarpus ini sesuai dengan aturan maka tidak perlu dipersoalkan.

"Kalau sesuai aturan ya silakan, karena memang ada aturan bebas bersyarat tiap tahun," ujar Jusuf Kalla di Balai Kartini, Rabu (29/8).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement