REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan keraguan atas kemampuan negara Eropa menyelamatkan perjanjian nuklir Iran. Perjanjian tersebut terancam setelah Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan tersebut.
Khamenei menyatakan Teheran mungkin meninggalkan perjanjian tersebut. Khamenei memperingatkan Presiden Hassan Rouhani tidak bergantung terlalu banyak pada dukungan Eropa. Apalagi, Rouhani mendapat tekanan di dalam negeri atas penanganan ekonomi menghadapi sanksi AS dan jabatan menteri kunci mendapat serangan parlemen.
Setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan Washington mundur dari perjanjian internasional itu, kekuatan Eropa berebut menjamin Iran akan memperoleh keuntungan ekonomi. Hal itu supaya Iran tetap dalam perjanjian nuklir tersebut.
"Tak ada masalah dengan perundingan-perundingan dan berhubungan dengan negara-negara Eropa, tetapi Anda jangan terlalu berharap pada mereka tentang isu ekonomi atau perjanjian nuklir," ujar Khamenei.
"Perjanjian nuklir itu alat, bukan tujuan, dan jika kita sampai pada kesimpulan ini bahwa hal ini bukan merupakan kepentingan nasional kita, kita bisa tinggalkan," kata Khamenei.
Khamenei menetapkan serangkaian syarat pada Mei bagi kekuatan-kekuatan Eropa jika mereka menginginkan Teheran tetap dalam perjanjian itu. Syarat-syarat tersebut mencakup langkah-langkah oleh bank Eropa untuk menjaga perdagangan dengan Teheran dan menjamin penjualan minyak Iran.
Saat berbicara pada pertemuan yang sama pada Rabu, Khamenei mengatakan Teheran tidak akan berunding dengan para pejabat AS untuk mencapai perjanjian baru mengenai program nuklirnya. Hal itu karena dia menilai Washington "ingin membanggakan diri mereka bisa membawa Iran mau ke meja perundingan".
Khamenei mengatakan kepada Rouhani dan kabinetnya untuk bekerja "siang dan malam" memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mencakup jatuhnya mata uang rial dan meningkatnya pengangguran. Namun, pada saat bersamaan, ia tampaknya mengimbau parlemen tidak menekan terlalu besar Rouhani, yang dicecar pertanyaan mengenai kinerja ekonomi. Pejabat seharusnya bersatu melawan tekanan AS, katanya, karena menyiarkan perbedaan hanya akan membuat bangsa lebih tidak senang.