REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bungkam atas penetapan status tersangka kepada kadernya, mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail. Nur Mahmudi diduga melakukan tindak pidana korupsi kasus pelebaran jalan tahun anggaran 2015.
Terkait kasus yang menjerat kadernya ini, PKS masih bungkam. Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopian dan Wasekjen PKS Abdul Hakim enggan berkomentar terkait kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 10 miliar tersebut.
Abdul Hakim sempat menyarankan agar mengonfirmasi dugaan keterlibatan kadernya ini kepada Zainuddin Paru selaku Kuasa Hukum PKS. Sayangnya, Zainuddin pun tidak merespons.
Polisi stelah menetapkan Nur Mahmudi menjadi tersangka sejak 20 Agustus 2018 lalu. Namun hingga hari ini, polisi belum juga melakukan penahanan kepada orang yang pernah menjadi orang nomor satu di Depok selama dua periode itu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan penyidik akan melakukan pemeriksaan kepada Nur Mahmudi Ismail pascaditetapkan sebagai tersangka. Namun mengenai kapan jadwal pemanggilan kepada Nur Mahmudi, menurut Argo masih belum dijadwalkan oleh penyidik.
"Tunggu agenda penyidik, dan saat ini (pemanggilan) belum diagendakan penyidik," kata Argo, Rabu (29/8).
Usai ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi, puluhan wartawan menyambangi rumah mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail di Kompleks Griya Tugu Asri, Cimanggis, Depok, Rabu (29/8) siang. Puluhan wartawan sudah berdatangan sejak pukul 04.00 WIB dan terus berdatangan hingga pukul 12.00 WIB.
Melihat banyaknya wartawan yang berdatangan, akhirnya puluhan wartawan ditemui kerabat Nur Mahmudi, yakni Tafi. "Bapak sedang sakit, nggak bisa menemui, harap maklum," ucapnya.
Menurut Tafi, Nur Mahmudi dalam keadaan sakit karena terjatuh saat mengikuti kegiatan acara lomba peringatan HUT RI yang diadakan di Kompleks Griya Tugu Asri. "Bapak mengalami luka di kepala dan sempat dirawat di RS Hermina, Depok," terangnya.