REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei meragukan kemampuan negara-negara Eropa untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015. Menurutnya, jika kesepakatan tersebut tak dapat lagi melayani kepentingan nasional, Iran dapat menarik diri.
"Kesepakatan nuklir adalah sarana, bukan tujuan, dan jika kita sampai pada kesimpulan bahwa kesepakatan itu tidak melayani kepentingan nasional kita, kita dapat mengabaikannya," kata Khamenei pada Rabu (29/8).
Ia pun memperingatkan Presiden Iran Hassan Rouhani agar tidak terlalu bergantung pada dukungan Eropa, terutama bila berkaitan dengan masalah perekonomian dan kesepakatan nuklir. “Tidak ada masalah dengan negosiasi dan menjaga kontak dengan Eropa, tetapi Anda harus menanggalkan harapan pada mereka atas masalah ekonomi atau kesepakatan nuklir,” ujar Khamenei.
Khamenei meminta Rouhani dan jajaran kabinetnya bekerja siang dan malam guna memecahkan beberapa masalah ekonomi yang kini sedang dihadapi Iran, seperti terpuruknya nilai mata uang rial dan melonjaknya angka pengangguran.
Pada saat bersamaan, ia meminta parlemen agar tidak terlalu menekan Rouhani. Menurutnya, para pejabat harus bersatu melawan AS.
Baca juga, Rouhani ke Trump: Jangan Bermain Ekor Singa.
Pada Mei, Khamenei menetapkan serangkaian syarat-syarat bagi negara-negara Eropa jika mereka ingin mempertahankan Iran dalam kesepakatan nuklir. Langkah itu antara lain mengharuskan bank-bank Eropa menjaga perdagangan dengan Iran dan menjamin penjualan minyak Iran.
Baca juga, Parlemen Iran Tolak Penjelasan Rouhani.
Namun kerumitan terjadi karena AS mengancam akan menjatuhkan sanksi pada siapa pun pihak yang masih berbisnis dengan Iran. Presiden AS Donald Trump bahkan telah menyatakan siapa pun yang berbisnis dengan Iran, tidak akan menjadi mitra dagang AS.
AS diketahui telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran pada awal Agustus. Sanksi itu dikenakan setelah Washington memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir pada Mei. Sektor keuangan, industri otomotif, dan perdagangan logam mulia Iran menjadi sasaran sanksi AS. Sanksi tersebut cukup memukul perekonomian Iran.
Terkait hal tersebut, parlemen Iran akhirnya memanggil Rouhani pada Selasa lalu. Dalam kesempatan itu, anggota parlemen Iran menanyakan lima aspek terkait ambruknya perekonomian Iran, yakni persentase pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang lambat, jatuhnya nilai mata uang rial, penyelundupan lintas batas, dan kurangnya akses bank-bank Iran ke layanan keuangan global.
Dalam keterangannya, Rouhani mengatakan gejolak ekonomi yang dialami Iran merupakan buah dari konspirasi AS. Ia meminta parlemen mendukung pemerintahannya. "Ada kelompok anti-Iran yang duduk di Gedung Putih yang merencanakan konspirasi melawan kita. Tapi bersama kita akan mengatasi fase ini," katanya.