REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi mengatakan, bahwa KY belum pernah mendapat laporan terkait hakim Merry Purba (MP) sejak dirinya ditetapkan sebagai hakim ad hoc perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pada PN Medan. Merry terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (28/8).
"Tersangka MP belum pernah dilaporkan, sampai Senin (27/8) KY belum pernah menerima laporan terkait yang bersangkutan," kata Farid ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.
Sementara itu tiga rekan Merry lainya yang juga diamankan KPK dalam tangkap tangan di PN Medan pada Selasa (28/8), pernah dilaporkan beberapa kali ke KY. "Sebagai catatan, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan sudah enam kali dilaporkan ke KY, tiga kali sebagai majelis dan tiga kali laporan personal," kata Farid.
Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo tercatat sudah empat kali dilaporkan ke KY dengan rincian tiga kali sebagai majelis dan satu kali laporan personal termasuk permohonan pemantauan sidang. Sedangkan hakim PN Medan Sontan M. Sinaga pernah satu kali dilaporkan sebagai majelis.
"Memang belum ada laporan masuk terkait MP, mungkin karena yang bersangkutan juga tergolong masih baru," kata Farid.
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi, mengatakan, pihaknya sudah tujuh kali memperingatkan Hakim Merry Purba terkait dengan potensi suap dalam perkara yang sedang dia tangani. Merry Purba adalah salah satu dari beberapa tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (28/8).
"Pimpinan pengadilan sudah tujuh kali memperingatkan yang bersangkutan jauh sebelum tangkap tangan terjadi, karena ini bagian dari tanggung jawab pimpinan untuk mengawasi dan membina bawahannya," ujar Suhadi di Gedung MA Jakarta, Kamis (30/8).
Suhadi mengatakan, hal itu menanggapi penetapan hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) Merry Purba sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait perkara di PN Medan. Suhadi mengatakan MA sudah melakukan berbagai pembinaan sebagai salah satu upaya pencegahan supaya hakim tidak terjebak dalam kasus yang mencemarkan profesi hakim.
Dalam pembinaan tersebut, Suhadi menjelaskan pimpinan bertemu dengan para hakim, kemudian mengingatkan para hakim akan profesi mulia yang dijalani, mencari tahu masalah apa yang sedang dihadapi, dan bersama mencari solusinya. "Kami juga menayangkan video penangkapan (OTT KPK) pada saat pembinaan, ini maksudnya supaya ada efek jera. Karena bila mereka terlibat akan merugikan lembaga, keluarga, dan diri mereka sendiri," kata Suhadi.
Terkait dengan kasus tangkap tangan tiga hakim di PN Medan ini, Suhadi mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait pembinaan dan pengawasan. "Kalau pengawasan di lingkungan pengadilan memang sudah baik dan kami dapat terus awasi, kami cegah kontak antara pihak berperkara dan pejabat terkait," kata Suhadi.
Namun dalam kasus di PN Medan ini, transaksi antara dilakukan di dalam mobil yang menuju ke suatu tempat. Sehingga, MA merasa sulit untuk melakukan pengawasan.
"Inilah kemampuan KPK untuk membantu mengatasi," kata Suhadi.
Merry Purba tiba di KPK pada Rabu (29/8) seusai OTT. Merry mengaku tak mengetahui mengapa dia ditangkap KPK.
"Saya belum tahu apa-apa," ujar Merry kepada wartawan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/8).
Merry diduga menerima suap dari sebuah perkara yang dia tangani dengan terdakwa Tamin Sukardi. Saat dikonfirmasi kepada Merry, ia tidak mau berkomentar. Merry bergegas masuk ke lobi gedung KPK, ia tak mengenakan rompi tahanan KPK.
"Sementara belum. Belum," kata Merry.
Terdakwa yang perkaranya ditangani Merry, yakni Tamin Sukardi, lebih dahulu hadir di gedung KPK sekitar pukul 00.05 WIB, lalu disusul Ketua PN (Pengadilan Negeri) Medan Marsudin Nainggolan bersama dua orang lainnya.
Tim Satgas KPK kembali melakukan OTT terhadap sejumlah penegak hukum di Medan, Sumatra Utara (Sumut), pada Selasa (28/8). Tiga orang hakim dilaporkan ditangkap, salah satunya adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo.
Wahyu sebelumnya adalah ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pinang sekaligus ketua majelis hakim yang memvonis terdakwa Meiliana selama 18 bulan penjara karena mengeluhkan suara azan. Selain Wahyu, Sontan, dan Merry, KPK juga mengamankan lima orang lainnya.
Dalam operasi KPK itu, juga disita barang bukti berupa uang dengan pecahan dolar Singapura. Kuat dugaan KPK, telah terjadi transaksi terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Medan, Sumatra Utara. Namun, pihak KPK belum bisa memerinci perkara apa yang terkait dengan penangkapan hakim ini.