REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Hubungan Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Muhyidin Junaidi mendukung keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajukan pimpinan militer Myanmar ke Mahkamah Internasional sebagai pelaku genosida atau pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) berat bagi kaum Muslim Rohingya.
Genosida merupakan tindakan yang ingin menghancurkan sebuah bangsa, etnis, ras, atau kelompok keagamaan baik secara keseluruhan maupun sebagian. "MUI mendukung sepenuhnya keputusan PBB untuk mengajukan pimpinan militer dan sipil Myanmar yang dengan sengaja sebagai aktor intelektual dan pelaku tindak kebiadaban serta pelanggaran HAM berat terhadap kaum Muslim Rohingya," ujar KH Muhyidin kepada Republika.co.id, Kamis (30/8).
Selain itu, menurut dia, MUI juga meminta agar Indonesia lebih berperan aktif dalam menggalang dukungan masyarakat Internasional. Sebagai negara mayoritas muslim, sudah semestinya Indonesia membantu saudaranya sesama muslim
"Sebagai anggota tak tetap DK PBB, Indonesia diminta agar berperan lebih aktif dengan menggalang dukungan dari masyarakat International agar semua yang terlibat tindak kekerasan diajukan ke Mahkamah International," ucapnya.
Sementara, lanjut dia, kepada negara cinta damai khususnya negara negara yang masuk dalam Gerakan Non Blok (GNB), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Liga Arab dan anggota PBB agar bersikap adil dan menghindari standar ganda dalam isu Muslim Rohingya.
"Kepada negara Muslim khususnya anggota ASEAN juga agar berpartisipasi dalam melakukan rekonsiliasi di Rohingya," katanya.
Sebelumnya, panel PBB meminta panglima tertinggi Myanmar Min Aung Hlaing untuk mengundurkan diri. Permohonan dibuat menyusul temuan tim akan dugaan genosida dan kejahatan serius terhadap Muslim Rohingya.
PBB menyatakan, militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya dengan niat genosida. Tim menyebut Min Aung Hlaing bersama lima jenderal lainnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami etnis minoritas itu.
Laporan juga menyebutkan, pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah mengizinkan pidato kebencian untuk berkembang, menghancurkan dokumen dan gagal melindungi minoritas dari kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang oleh tentara di Rakhine, Kachin, dan negara-negara Shan.
Baca juga: Krisis Rohingya, AS Minta Pertanggungjawaban Militer Myanmar