Jumat 31 Aug 2018 16:36 WIB

Industri Tunggu Kejelasan Regulasi Spin Off Asuransi Syariah

Porsi kepemilikan asing dalam perusahaan asuransi, yakni tak boleh melebihi 80 persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Asuransi Jiwa
Foto: pixabay
Ilustrasi Asuransi Jiwa

REPUBLIKA.CO.ID, ROTORUA, SELANDIA BARU -- Industri asuransi syariah masih menunggu kejelasan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) perusahaan asuransi, paling lambat Oktober 2024 nanti. Sejumlah perusahaan asuransi belum bisa bergerak lebih leluasa dalam menyiapkan proses spin off ini karena belum adanya aturan penguat dari Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan POJK Nomor 67/POJK.05/2016 yang mendesak proses spin off tersebut.

"Memang isu mendasar industri asuransi syariah saat ini terkait dengan spin off itu," jelas Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Ahmad Sya'roni di sela pemberian penghargaan National Championship League (NCL) industri keuangan syariah oleh Karim Consulting Indonesia (KCI) di Rotorua, Selandia Baru, Rabu (29/8).

Roni menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian utama menyikapi isu spin off UUS asuransi syariah ini. Pertama, adalah aturan tentang porsi kepemilikan asing dalam perusahaan asuransi, yakni tak boleh melebihi 80 persen. Meski siap secara permodalan dan infrastruktur, perusahaan patungan asuransi syariah ini lantas tak mudah mencari mitra lokal.

"Investor lokal pengennya investasi langsung menuai hasil. Padahal industri ini adalah investasi jangka panjang," kata dia.

Poin kedua yang menjadi sorotan, ungkap Roni, adalah sulitnya perusahaan asuransi syariah yang produksinya masih bertahan di skala kecil. Dengan nilai keekonomian yang minim pula, menurutnya, perusahaan asuransi dengan produksi rendah tak akan mampu menutup biaya operasional demi melakukan pemisahan UUS syariahnya.

"Karena 2024 untuk mencapai angka produksi optimum demi menutup fixed cost akibat regulasi tersebut, maka perusahaan asuransi yang tidak sampai pada nilai kontribusi yang wajar dia tidak akan pernah spin off," kata Roni.

Isu ketiga yang disampaikan Roni adalah perlunya pemerintah menawarkan insentif bagi perusahaan asuransi yang melakukan pemisahan atas UUS-nya. Ia berpandangan, bila insentif yang ditawarkan masih sebatas sisi permodalan, maka perusahaan baru tetap akan kesulitan menutup biaya operasional. 

"Karena pada akhirnya beban yang harus ditanggung perusahaan baru itu tidak akan cukup biaya oeprasionalnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement