Sabtu 01 Sep 2018 07:27 WIB

Menteri Inggris Kunjungi Iran Terkait Perjanjian Nuklir

Burt melawat ke Iran ketika Uni Eropa berusaha mempertahankan perjanjian nuklir.

Alistair Burt
Foto: EPA/MOHAMED MESSARA
Alistair Burt

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Muda Luar Negeri Inggris Alistair Burt tiba di Teheran pada Jumat untuk membahas masa depan perjanjian nuklir internasional yang ditandatangani Iran dan kekuatan-kekuatan dunia. Kunjungan itu merupakan yang pertama kalinya oleh seorang menteri Inggris ke Iran sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari perjanjian pada 2015.

Burt melawat ke Iran ketika Uni Eropa berusaha mempertahankan perjanjian nuklir internasional tetap berlaku. "Sejauh Iran memenuhi komitmen-komitmennya berdasarkan perjanjian tersebut, kami tetap berkomitmen kepadanya karena kami yakin inilah cara terbaik untuk menjamin masa depan aman dan terjamin bagi kawasan," kata Burt dalam satu pernyataan menjelang kunjungannya.

Burt juga akan membahas nasib orang-orang berkewarganegaraan ganda yang ditahan di Iran.

Langkag Inggris berbeda dari kebijakan yang dibuat Prancis terhadap Iran. Prancis meminta diplomat dan pejabat kementerian luar negerinya menunda untuk waktu tidak terbatas semua perjalanan tak terlalu penting ke Iran, kata memo internal, yang dilihat Reuters pada Selasa (28/8).

Pembatasan itu diberlakukan dengan mengutip persekongkolan pengeboman, yang digagalkan, dan pengerasan sikap Teheran kepada Prancis. Pengerasan hubungan dengan Prancis dapat berdampak luas bagi Iran. Prancis salah satu kekuatan yang berusaha menyelamatkan perjanjian nuklir pada 2015 antara Iran dan kekuatan dunia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari perjanjian itu pada Mei.

Ekonomi Iran terkena dampak setelah AS memberlakukan kembali sanksi, yang telah dicabut berdasarkan perjanjian itu. Negara Eropa, termasuk Prancis, berjanji berusaha memperlunak pukulan ekonomi, tetapi sejauh ini tidak dapat membujuk perusahaan-perusahaan mereka, yang mengikuti Washington, agar tetap berada di Iran.

Perusahaan minyak dan gas Total dan produsen mobil PSA serta Renault telah memimpin eksodus perusahaan-perusahaan Eropa dari Iran. Mereka takut akan dampak dari sanksi-sanksi Washington yang juga berlaku bagi mereka.

Memo tersebut menyebut satu persekongkolan yang digagalkan untuk mengebom sebuah pawai yang diadakan oleh kelompok oposisi Iran yang berada di pengasingan dekat Paris. 

"Sikap penguasa Iran memperlihatkan pengerasan posisi mereka terhadap negeri kita, dan juga beberapa sekutu kita," kata Maurice Gourdault-Montagne, sekretaris jenderal kementerian itu, dalam nota tertanggal 20 Agustus.

"Karena risiko keamanan ... semua pejabat departemen, apakah dari pusat atau pos-pos (di luar negeri), diminta untuk menunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, kecuali untuk tugas mendesak, melakukan perjalanan di Iran," tambah Gourdault-Montagne.

Instruksi tersebut juga ditembuskan ke pejabat-pejabat di departemen-departemen pemerintah di luar kementerian luar negeri untuk diteruskan ke staf yang bermaksud pergi ke Iran, demikian bunyi sebuah memo terpisah yang diterima oleh Reuters.

Kementerian Luar Negeri Prancis menolak berkomentar mengenai memo itu atau mengatakan apakah staf kedutaan telah diminta memulangkan keluarga mereka. Pejabat Iran di kedutaan di Paris tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement