REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam di Senegal kerap berzikir bersama dan mendengarkan petuah bijak mursyid tarekat dalam sebuah majelis. Kegiatan dakwah menjadi magnet Muslim dari berbagai kalangan dan daerah di Senegal.
Keramaian menjadi pusat perhatian warga. Majelis itu menjadi syiar yang membuat masyarakat setempat makin mengetahui Islam sebagai agama yang rahmatan lil `alamin.
Peneliti Islam di Senegal Pierre Andre dan Jean Luc Demonstant menulis buku Koranic School in Senegal: A real barrier to for mal education. Dalam buku itu dia menjelaskan, dua tarekat menjadi kunci penyebaran Islam di Senegal: Tijaniyah dan Muridiyah.
Yang pertama berasal dari Aljazair dan datang ke Senegal pada abad ke-19. Sedang kan, yang kedua didirikan oleh Ahmadou Bamba pada 1885 yang merupakan penduduk asli Senegal.
Pada mulanya Muridiyah adalah gerakan pedesaan. Muslim desa kemudian hijrah ke berbagai kota. Mereka ikut mewarnai kehidupan perantauan dengan agama yang dianut. Lambat laun komunitas perkotaan tempat Muslim desa tinggal menjadi simpul-simpul penyebaran Islam.
Muridiyah memiliki daya tarik karena proses akulturasi yang mudah. Dakwah ruhaniyah menjadikan tarekat ini mudah diterima berbagai kalangan. Tuba menjadi pusat kegiatan mereka.
Wilayah ini menjadi urat nadi perekonomian Senegal. Muslim di kota itu banyak mewarnai pembangunan.Usaha dan keberadaan mereka sangat diperhitungkan dalam politik lokal maupun nasional.
Tuba adalah kota besar. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2002, jumlah penduduk di kota ini sebanyak 450 ribu orang. Mereka hidup dengan berbagai tingkatan pendidikan dan ekonomi.
Senegal merupakan salah satu negara yang memiliki toleransi Islam cukup tinggi.Baru-baru ini terdapat gerakan Islam baru yang dikenal sebagai Ibadou. Mereka banyak tersebar di perguruan tinggi. Sebagian besar anggotanya merupakan perempuan muda yang mengenakan cadar.