REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masjid di seluruh nusantara memperhatikan jangkauan bunyi pengeras suara. Langkah ini dilakukan agar tercipta kenyamanan, kekhusukan dan kekhidmatan jamaah dan masyakat umum.
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan, pengeras suara masjid merupakan bentuk syiar, asal dipergunakan tepat pada waktunya. "Pengeras suara itu sifatnya Syiar, sangat baik dan bagus di Indonesia. Mengingatkan kita waktu shalat di tengah kesibukan," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (2/8).
Menurutnya, keberadaan pengeras suara di masjid juga harus memperhatikan tata krama kehidupan masyarakat. Selain itu, pengeras suara juga harus disesuaikan waktunya. Jangan tengah malam menggunakan pengeras hanya memutar kaset atau bacaan kurang fasih. "Itu menganggu masyarakat," ucapnya.
Baca juga, Ikanu: Pengeras Suara Masjid Disesuaikan Kondisi Masyarakat.
Ia menambahkan, keberadaan pengeras suara di masjid sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat di pedesaan. Di daerah masih perlu karena dulu menggunakan beduk. "Sekarang pengeras suara, yang tidak diperlukan yang sifatnya menganggu untuk kepentingan umum, khotbah di luar tidak terlalu keras, di dalam dikencangkan pengerasnya," ungkapnya.
Untuk itu, ia mengusulkan, perlu ada sosialisasi terhadap tuntutan masyarakat. Sehingga, tidak menimbulkan salah paham. Pemerintah, kata ia, tidak perlu mengeluarkan imbuan, cukup ormas saja yang melakukannya. "Pemerintah sifatnya aturan yang memberikan sanksi bagi yang melanggar. Sehingga tidak terjadi overlap dengan ormas," ucapnya.