REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Komisi IX DPR meminta Kementerian Kesehatan untuk menyosialisasikan tentang alasan vaksin Measles dan Rubella (MR) yang belum halal kepada masyarakat Indonesia namun masih digunakan, khususnya di daerah. Langkah tersebut dilakukan sebab dikhawatirkan di daerah masyarakat masih ada yang mempertanyakan penggunaan vaksin MR.
Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf mengungkapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengumumkan jika vaksin MR yang selama ini digunakan adalah mubah. Dia mengatakan dalam proses membuat vaksin tersebut terdapat zat yang tidak halal. Namun, karena tidak ada produk lain dan berbahaya jika anak tidak di vaksin sehingga vaksin MR diperbolehkan sementara.
“Menkes harus menyosialisasikan hal tersebut sampai ke tingkat kecamatan. Kalau pusat saja (yang tahu) dan daerah tidak hafal maka bisa salah pengucapannya. MUI kecamatan harus dilibatkan. Termasuk saya juga menyosialisasikan hal tersebut,” ujarnya saat memberikan materi tentang keluarga berencana di SMK Yadika Soreang, Kabupaten Bandung, akhir pekan ini.
Dia menegaskan pemerintah tidak boleh memaksa masyarakat yang tidak menginginkan di vaksin MR dengan alasan keyakinan. Namun begitu, pemerintah juga harus menyosialisasikan tentang dampak dan bahaya jika anak tidak di vaksin MR. “Jangan paksa masyarakat yang tidak ingin di vaksin MR (karena alasan keyakinan) tapi harus disosialisasikan dampak tidak di vaksin MR,” katanya.
Ia mengatakan proses membuat vaksin relatif lama, meski begitu Kemenkes harus segera mendapatkan vaksin MR yang halal. “Segera cari vaksin halal. Vaksin MR mubah artinya bisa dilakukan dalam keadaan darurat, kalau tidak dilakukan (anak) bisa terkena MR dan berbahaya bagi jiwa anak,” ungkapnya.
Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)menetapkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi. Menurut Komisi Fatwa MUI, vaksin MR mengandung unsur ha ram, tapi saat ini boleh digunakan.
Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin, mengatakan, ketentuan hukum penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya adalah haram. Penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.
Hanya, penggunaan vaksin MR produk dari SII pada saat ini dibolehkan atau mubah karena ada kondisi keterpaksaan atau darurat syar'iyyah. Mengingat belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
Ia menerangkan, penggunaan vaksin MR pada saat ini dibolehkan karena ada keterangan dari ahli yang kompeten serta dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi. Hanya saja, boleh tidaknya penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika sudah ditemukan ada vaksin lain yang halal dan suci.
Komisi Fatwa MUI merekomendasikan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksinnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.