REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, mengaku sudah mengirimkan surat edaran (SE) kepada semua jajaran KPU daerah terkait mantan narapidana kasus korupsi yang mendaftar sebagai bakal caleg DPRD provinsi, kabupaten, kota dan calon anggota DPD. SE tersebut. Ia meminta KPU daerah untuk melakukan penundaan terhadap putusan Bawaslu beserta jajarannya yang meloloskan mantan koruptor sebagai bakal caleg Pemilu 2019.
Menurut Ilham, SE tersebut telah dikirimkan pada 31 Agustus 2018. Dengan adanya SE ini, KPU daerah diminta untuk satu suara dalam menyikapi putusan Bawaslu dan jajarannya di sejumlah daerah yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi bakal caleg.
"SE sudah kami kirimkan pada 31 Agustus," ungkap Ilham ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (2/9) malam.
Lebih lanjut dia menjelaskan, surat edaran memiliki empat poin informasi. Pertama, pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota merujuk kepada aturan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 20 Tahun 2017 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Kedua, pencalonan anggota DPD merujuk kepada aturan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD.
Ketiga, dalam menghadapi putusan Bawaslu tentang mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal caleg, KPU dan jajarannya tetap berpedoman kepada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor Nomor 26 Tahun 2018 yang merupakan perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD. Kedua PKPU tersebut masih berlaku dan belum dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Keempat, meminta KPU daerah untuk menunda putusan Bawaslu dan jajarannya yang meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi bakal caleg. Penundaan dilakukan sampai adanya putusan uji materi dari MA atas dua PKPU di atas.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos, mengatakan pihaknya memutuskan menunda pelaksanaan putusan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang meloloskan Muhammad Taufik sebagai bakal caleg DPRD untuk Pemilu 2019. Menurut Betty, penundaan itu dilakukan sampai dengan adanya putusan MA terhadap aturan yang menjadi landasan pendaftaran bakal caleg.
"KPU RI sudah mengirimkan surat edaran ke seluruh indonesia dalam rangka tindak lanjut atas kasus yang sama (putusan Bawaslu dan jajarannya kepada mantan narapidana korupsi). Itu termasuk di KPU DKI Jakarta. Intinya kami menunda pelaksanaan tindak lanjut atas putusan Bawaslu itu," tegas Betty ketika dikonfirmasi Republika, Ahad.
Dia melanjutkan, penundaan ini dilakukan sampai dengan adanya putusan MA soal PKPU Nomor 14 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang menjadi landasan hukum pendaftaran calon anggota DPD, calon anggota DPRD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Sejumlah pihak saat ini sudah mengajukan uji materi terhadap dua PKPU itu. Pengajuan uji materi rata-rata dilakukan oleh mantan narapidana kasus korupsi yang ingin maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Para pihak pengaju uji materi tersebut mempersoalkan larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk menjadi caleg. Namun, MA sendiri saat ini belum memproses uji materi atas dua PKPU itu. Sebab sampai sekarang proses uji materi terhadap aturan di atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). "Sebagaimana hirarki di bawah KPU RI kami menindaklanjuti surat edaran sebagaimana dimaksud oleh KPU RI," tambah Betty.
Baca juga, Wiranto Panggil KPU dan Bawaslu Soal Lolosnya Eks Koruptor.
Sebelumnya, Bawaslu Provinsi DKI memutuskan meloloskan Wakil DPRD DKI, M Taufik sebagai bakal caleg DPRD untuk Pemilu 2019. Mantan narapidana kasus korupsi anggaran logistik KPU DKI itu dinyatakan memenuhi syarat sebagai bakal caleg. Putusan Bawaslu DKI Jakarta dibacakan pada Jumat (31/8) di Sunter, Jakarta Utara.
Sementara itu, Ketua Bawaslu, Abhan, menampik tudingan yang menyebut pihaknya melakukan interpretasi sendiri soal aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Hingga saat ini tercatat ada 11 putusan Bawaslu yang meloloskan mantan narapidana korupsi sah sebagai bakal caleg DPRD dan calon anggota DPD untuk Pemilu 2019.
"Kami bukan (melakukan) interpretasi sendiri. Coba dibaca dalam PKPU Nomor 20 (tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota) itu di pasal 7 (syarat pencalonan bakal caleg), tidak ada persoalan (larangan) bagi mantan narapidana korupsi," jelas Abhan di Jakarta, Ahad (2/9).
Aturan yang ada pada pasal 7 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu disebutnya sama dengan aturan bakal caleg yang ada di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Persis seperti itu. Kalau di pasal 7 PKPU memuat larangan itu, mungkin bisa dipahami. Namun, di pasal 7 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sama persis dengan aturan di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Artinya, mereka (mantan narapidana korupsi) memenuhi syarat," lanjut dia.