REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Warga eks lokalisasi Dolly yang menamakan diri Forum Komunikasi Warga Jarak-Dolly (Forkaji) dan Gerakan Umat Islam Bersatu Jawa Timur (GUIB Jatim) kembali menggelar aksi di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (3/8). Aksi tersebut merupakan reaksi atas gugatan class action yang dilayangkan Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) ke PN Surabaya atas penutupan lokalisasi Dolly.
"Ini bentuk penolakan atas upaya para investor perzinaan untuk menghidupkan kembali lokalisasi prostitusi dan tempat perzinaan di Surabaya, khususnya Jarak dan Putat Jaya (Dolly)," kata perwakilan dari Forkaji, Kurnia, Senin.
Kurnia menegaskan, aksi yang digelar bersama warga Jarak dan Putat Jaya dalam menolak gerakan kebangkitan kembali lokalisasi Dolly adalah aksi damai. Tujuannya pun sudah sangat jelas, yakni mencegah upaya-upaya yang dilakukan pihak tertentu untuk menghidupkan kembali lokalisasi Dolly.
"Tujuannya sangat jelas, tolak upaya menghidupkan kembali lokalisasi prostitusi dan tempat perzinaan Jarak-Dolly yang dilakukan oleh pihak manapun," ujar Kurnia.
Kurnia mengaku, saat ini Jarak dan Putat Jaya, yang merupakan nama baru Dolly, sudah menjadi tempat yang baik, nyaman, dan ramah bagi tumbuh kembangnya moralitas dan akhlak masyarakat. Khususnya, anak-anak sebagai penerus bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Namun, kata dia, akhir-akhir ini Jarak dan Dolly kembali ricuh dengan munculnya sekelompok kecil masyarakat yang mengatasnamakan warga Jarak dan Dolly. Di mana, mereka telah menggugat Pemerintah Kota Surabaya dengan dalih yang sangat dipaksakan untuk kamuflase kepentingan mereka yang sesungguhnya.
"Yakni, sebagai kepanjangan tangan para investor perzinaan untuk menghidupkan kembali lokalisasi prostitusi dan tempat perzinaan Jarak dan Dolly," kata Kurnia.
Di sisi lain, massa dari Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) juga menggelar aksi serupa, yang meminta PN Surabaya meneruskan gugatan yang mereka layangkan. Gugatan class action ke Pemkot Surabaya dan Satpol PP sebelumnya dilayangkan Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL).
Mereka yang mengklaim mewakili warga Dolly dan Jarak di Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, mengajukan gugatan lebih Rp 270 miliar. Class action itu ditujukan untuk Wali Kota Tri Rismaharini dan Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto.
Sentral Informasi KOPI dan FPL Saputro atau akrab disapa Pokemon mengklaim, angka itu berdasarkan penghasilan warga yang hilang akibat penutupan lokalisasi pada Juni 2014. Mereka terdiri atas perwakilan pedagang kaki lima, juru parkir, SPG, pekerja operator, dan lainnya. Semuanya, kata Pokemon, ada 150 orang.
Pemkot Surabaya dituding telah melakukan perampasan hak ekonomi dengan cara penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak tanpa ada persiapan dan konsep peralihan sumber kehidupan. Masyarakat disebut telah kehilangan mata pencaharian atau menurunnya penghasilan.
"Hak sumber ekonomi mulai 2014, tiap pekerja atau warga beda-beda. Kami bukan ingin membuka prostitusi. Semua itu jika dijumlah lebih Rp 270 miliar," kata Pokemon.