REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan angka tersebut, tingkat inflasi secara kumulatif sejak Januari hingga Juli 2018 adalah 2,13 persen. Sementara, jika dibandingkan dari tahun ke tahun (year on year/yoy), tingkat inflasi mencapai 3,2 persen.
"Ini menggembirakan karena tingkat inflasi masih berada di bawah target pemerintah sebesar 3,5 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (3/9).
Suhariyanto mengatakan, dari 82 kota yang dipantau, terdapat 52 kota mengalami deflasi dan 30 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Baubau sebesar 2,49 persen. Sementara, inflasi tertinggi terjadi di Tarakan 0,62 persen.
Dia menjelaskan, infasi secara tahunan lebih kecil dibandingkan inflasi pada 2017 yang sebesar 3,82 persen (yoy), tetapi lebih tinggi dibandingkan inflasi pada 2016 yang sebesar 2,79 persen (yoy).
Pada Agustus 2018, BPS mencatat terjadi deflasi harga bahan pangan sebesar 1,1 persen, sandang sebesar 0,07 persen, dan transportasi, komunikasi, serta jasa keuangan sebesar 0,15 persen. Sementara, inflasi tertinggi terjadi di kelompok pendidikan sebesar 1,03 persen.
Berdasarkan komponennya, inflasi inti pada Agustus 2018 adalah sebesar 0,3 persen (mtm) dan 2,9 persen (yoy). Sementara, untuk komponen harga diatur pemerintah terjadi deflasi sebesar 0,06 persen (mtm) dan inflasi 2,55 persen (yoy). Kelompok harga pangan bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 1,24 persen (mtm) dan inflasi sebesar 4,97 persen (yoy).
"Jadi, secara umum deflasi pada Agustus 2018, terutama dipengaruhi turunnya harga telur ayam, bawang merah, dan angkutan udara. Sementara, masih terjadi inflasi karena naiknya biaya sekolah," kata Suhariyanto.