REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Jajaran Satuan Narkoba Polres Purwakarta, membekuk dua pengedar obat terlarang. Dari dua pelaku, polisi menyita sedikitnya 4.000 butir obat jenis hexymer/trihexyphenidil. Selain itu, petugas juga menyita 14 strip obat jenis tramadol. Dengan kondisi ini, Kabupaten Purwakarta dinilai darurat obat-obatan terlarang.
Kasat Narkoba Polres Purwakarta, AKP Heri Nurcahyo, mengatakan, kedua pelaku telah memiliki dan mengedarkan sediaan (obat) farmasi yang tidak memiliki izin edar. Tak hanya itu, kedua pelaku juga tak punya keahlian khusus di bidang farmasi. "Kedua jenis obat itu, sudah dilarang. Tetapi, kedua pelaku justru mengedarkannya tanpa izin," ujar Heri, kepada sejumlah media, Senin (3/9).
Kedua pelaku, masing-masing berinisial PP (23 tahun), berprofesi sebagai buruh serabutan, warga Kecamatan Pasawahan. Serta AD (22 tahun) buruh serabutan asal Desa Cihuni, Kecamatan Pasawahan. Kedua pelaku, menyimpan obat terlarang itu dalam toples plastik warna putih. Lalu, toples tersebut disimpan di tas punggung warna hitam.
Kasus ini, terungkap ketika adanya laporan warga mengenai gerak-gerik pelaku yang mencurigakan. Atas laporan itu, polisi lalu menggerebek rumah milik AD di Kampung Cihuni Lebak, Desa Cihuni, Kecamatan Pasawahan, pada 27 Agustus lalu.
Saat digerebek, kedua pelaku sepertinya hendak pergi untuk mengedarkan obat terlarang itu. Namun, keburu ditangkap oleh petugas. Selain ribuan obat terlarang, petugas juga menemukan uang tunai sebesar Rp 200 ribu.
Kedua pelaku, lanjut Heri, dijerat dengan Pasal 196 dan 197 UU RI No 36/2009 tentang Kesehatan. Dengan ancaman hukuman minimal empat tahun kurungan penjara. Serta, maksimal ancamannya 15 tahun penjara. "Kini, kedua pelaku sudah kita tahan," ujarnya.