REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bantaeng, Muhammad Yunus angkat bicara soal adanya anak SD berinisial R (13) yang menikahi siswa SMK, MA (17) di Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, pada Kamis (30/08) lalu. Menurut dia, pernikahan dini yang tengah viral di media sosial tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
Menurur Yunus, kabar pernikahan keduanya diketahui pihaknya setelah kabar tersebut muncul di media. "Kami langsung menurunkan penyuluh agama, penghulu beserta Kepala KUA untuk melakukan penelusuran," ujar Yunus saat dihubungi seperti dilansir situs resmi Kemenag, Senin (03/9).
Hasil penelusuran yang dilakukan Kementerian Agama ditemukan fakta bahwa pernikahan dua remaja belia ini dilakukan hanya dengan sepengetahuan orang tuanya. "Orang tuanya yang menikahkan, alasannya mereka tidak bisa menjamin bila anaknya dikemudian hari tidak berbuat zina," ucap Yunus.
Yunus mengatakan, kekhawatiran orang tuanya tersebut muncul karena dua remaja belia ini memang sudah saling suka satu sama lain, sehingga dikhawatirkan berbuat sesuatu yang dilarang agama. "Masyarakat di sini pun mengenal budaya siri' alias malu yang kental dalam adat budaya Suku Makassar. Pernikahan itu dilangsungkan dengan dalih upaya menjaga nama baik keluarga agar terhindar dari cerita miring tetangga dikemudian hari," kata Yunus.
Yunus menyatakan bahwa Kemenag dan pemerintah Kabupaten Bantaeng telah melakukan upaya preventif untuk menecegah maraknya pernikahan dini di wilayah tersebut. "Tidak hanya Kemenag saja, tapi juga stakeholder lainnya. Di sini cukup masif kok sosialisasi kami untuk mengedukasi masyarakat guna meminimalkan pernikahan dini," jelas Yunus.
Yunus menambahkan, upaya pencegahan juga dilakukan oleh Kesbangpol, dinas Kesehatan, Dinas Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, serta Keluarga Berencana Kabupaten Bantaeng. Bahkan, menurut Yunus, terkait pasangan R dan MA, ia mendapat informasi dari Komisi Perlindungan Anak bahwa sekitar empat bulan yang lalu sudah dilakukan pendampingan terhadap pasangan ini.
"Hasil pendampingan saat itu pernikahan sepakat ditunda hingga usia telah cukup. Sehingga kasus dianggap selesai. Nah, tiba-tiba ternyata terjadi pernikahan itu," kata Yunus.
Yunus berharap kasus yang terjadi ini akan menjadi pembelajaran dan konsen bersama untuk terus melakukan upaya pengendalian pernikahan dini. "Beberapa bulan lalu, kami pun membahas untuk dikeluarkannya semacam peraturan Bupati, yang dapat melibatkan seluruh stakeholder untuk meminimalisir pernikahan dini," ujar Yunus.