Selasa 04 Sep 2018 20:27 WIB

Industri Makanan Minuman Pilih tak Naikkan Harga

Mayoritas produsen makanan minuman tak akan menaikkan harga jual meski rupiah melemah

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Belanja di supermarket (ilustrasi)
Belanja di supermarket (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menjelaskan, beberapa anggotanya masih belum berani meningkatkan harga jual produk di tengah pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Lebih dari 50 persen di antara mereka memilih bertahan dengan berbagai upaya internal yang dilakukan.

Salah satu alasan pengusaha makanan dan minuman bertahan dengan harga jualnya adalah reaksi pasar. Apabila harga naik, dikhawatirkan daya beli masyarakat tidak bisa mengikutinya.

"Oleh karena itu, kami meminta agar pemerintah bisa menangani kondisi pelemahan rupiah ini segera," tuturnya saat dihubungi Republika, Selasa (4/9).

Adhi mengakui, keputusan untuk bertahan di harga yang sama akan memberikan dampak terhadap penurunan profit tiap pengusaha. Tanpa menyebutkan nominal, ia mengaku kondisi ini sudah dialami beberapa pengusaha. Hanya, cara bertahan menjadi solusi paling efektif untuk situasi sekarang.

Dampak pelemahan rupiah terhadap industri makanan dan minuman diakui Adhi berbeda-beda, tergantung tingkat penggunaan bahan baku. Untuk pengusaha yang menggunakan bahan baku terigu dan gula akan terdampak signifikan karena dua komoditas ini masih 100 persen impor.

"Untuk susu, 80 persen impor dan kedelai 70 persen impor," ucapnya.

Adhi menyebutkan, pihaknya berharap pemerintah dapat memberi kompensasi kepada pengusaha akan kondisi ini, yakni dengan menurunkan biaya-biaya di luar komponen yang harus naik karena nilai tukar. Misalnya, biaya logistik yang menjadi unsur penting dan fundamental bagi industri.

Selain itu, Adhi menambahkan, pihaknya juga memiliki keinginan agar pemerintah memberi intensif terkait ekspor. Dulu, pernah dilakukan kredit ekspor dengan kredit murah. "Sebetulnya ini bisa dilakukan lagi karena pemerintah tidak merugi. Mereka juga terimanya dolar AS, tidak ada risiko mata uang," ucapnya.

Dengan insentif tersebut, pengusaha makanan dan minuman yang harus mengimpor bahan baku bisa terbantu di tengah kondisi ekonomi global sekarang. Jangka panjangnya, pengusaha jadi semakin gencar dalam meningkatkan ekspor.

Selain itu, pihak GAPMMI juga berharap pemerintah dapat negosiasi dengan tujuan ekspor yang masih banyak mengalami kendala. Di antaranya, tarif tinggi pengiriman ke Afrika yang akan semakin mahal dengan pelemahan rupiah.

"Kalau biaya masuk k3 sana bisa turun, otomatis bisa dorong ekspor juga," ujar Adhi.

Terpenting lagi adalah kebijakan pemerintah yang sinkron. Adhi menjelaskan, pemerintah harus memiliki prioritas lokomotif ekonomi. Jika sudah ditetapkan, kebijakan di belakang harus seiring agar tidak menghambat kinerja pengusaha makanan dan minuman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement