REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut efek jangka pendek dari penerapan kebijakan ganjil-genap yang berlangsung selama Agustus 2018 belum tentu baik untuk penerapan jangka panjang. Oleh sebab itu, ia belum mau memutuskan memberlakukan kebijakan itu secara permanen.
“Jadi ada, efek jangka pendek jangka panjang. Hal yang baik jangka pendek, belum tentu baik jangka panjang. Saya sedang mengkaji pelaksanaannya seperti apa,” ungkap Anies di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (4/9).
Dia memberikan sebuah contoh penerapan ganjil-genap di beberapa negara. Dia mengatakan, dampak penerapan kebijakan ganjil-genap pada jangka pendek adalah adanya perubahan perilaku masyarakat untuk berpindah ke kendaraan umum.
Namun, penerapan kebijakan itu pada jangka panjang memberikan dampak penambahan kendaraan pribadi oleh sebagian masyarakat. “Contohnya di beberapa negara lain, ketika dilakukan ganjil-genap permanen, maka sebagian segmen masyarakat tahu ini permanen, mobilnya nambah. Lalu penjualan mobil bekas meningkat. Secondary car muncul. Jadi hati-hati di situ,” kata Anies.
Bila terjadi hal demikian, kata dia, maka penerapan kebijakan ganjil-genap tak lagi terfokus pada tujuan memindahkan masyarakat menuju ke transportasi umum. Melainkan, justru malah kembali terpusat pada kendaraan pribadi.
“Kalau kita hanya memikirkan seperti ini, nanti kendaraan pribadi terus yang diatur. Padahal sebenarnya solusinya adalah pada kendaraan umum,” kata Anies.
Anies merencanakan hal itu dengan meningkatkan mutu pelayanan kendaraan umum. Sebab, kata dia, masyarakat lebih membutuhkan kendaraan umum massal yang lebih banyak, lebih nyaman, dan harganya terjangkau.
“Makanya saya tekankan, efek jangka pendek itu tidak selalu sama dengan efek jangka panjang. Jangka panjang kita adalah meningkatkan jumlah kendaraan umum, rute kendaraan umum, dan keterjangkauan harga kendaraan umum,” kata dia.
Baca juga: Dishub Berharap Aturan Ganjil-Genap Permanen