REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Gerindra A Riza Patria menanggapi kasus 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang yang menjadi tersangka korupsi di KPK. Ia mengaku prihatin terhadap kasus korupsi yang melibatkan hampir seluruh anggota DPRD itu.
"Kami sangat prihatin terhadap itu, korupsi dengan jumlah yang sangat signifikan," ujar Riza kepada wartawan di Jakarta Pusat, Selasa (4/9).
Menurut dia, kasus korupsi dengan jumlah tersangka yang besar ini sudah sering terjadi. Akan tetapi, kata Riza, tidak ada perubahan untuk tidak korupsi. Ia berharap kasus korupsi yang dilakukan para anggota DPRD Kota Malang ini menjadi yang terakhir.
"Mudah-mudahan kasus Malang ini betul-betul yang terakhir," katanya.
Riza juga menyarankan, para jajaran eksekutif pemerintahan tidak melakukan suap. Menurutnya, tindakan menyuap sudah menyalahi tugas dan tanggung jawab. Lanjut dia, orang yang menyuap dan menerima suap telah menyalahgunakan kewenangan.
"Eksekutif digaji, (anggota) DPRD digaji, diberikan kewenangan, fasilitas. Itu memang tugasnya membahas, menyetujui, mengesahkan APBD. Jadi masing-masing punya tugas yang sama. Jangan ada suap menyuap disitu, itu jelas salah," jelas Riza.
Sebelumnya, pada Senin (3/9), KPK menetapkan 22 anggota DPRD Malang periode 2014-2019 sebagai tersangka. Sebelumnya, 19 anggota DPRD Kota Malang sudah terlebih dahulu menjadi tersangka.
"Hingga saat ini dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sudah ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/9)
Para anggota DPRD Kota Malang tersebut menjadi tersangka suap terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015. Mereka diduga menerima hadiah atau janji serta gratifikasi dari Wali Kota nonaktif Malang Moch Anton.
Penetapan tersangka terhadap para anggota DPRD merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat mantan Ketua DPRD Kota Malang, M Arief Wicaksono, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB), Jarot Edy Sulistyono. Dalam kasus ini, penyidik menduga Arief memperoleh uang Rp 700 juta dari tersangka Jarot. Sebanyak Rp 600 juta dari yang diterima Arief kemudian didistribusikan kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang melalui Anton.
Menyusul penetapan tersangka tahap ketiga kemarin, kini tersisa empat anggota DPRD Kota Malang tak berstatus tersangka. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD Kota Malang, Abdurochman tak menampik, sejumlah komisi di DPRD Kota Malang mengalami kekosongan anggota.
Komisi sebagai kelengkapan DPRD tidak dapat terpenuhi jika tak ada diskresi. Oleh sebab, itu pihaknya masih harus konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terlebih dahulu.
"Untuk sekarang otomatis kita tidak bisa melakukan pengambilan keputusan, tapi masih bisa melayani masyarakat," ujar Politikus dari Fraksi PKB ini saat ditemui wartawan di Gedung DPRD Kota Malang, Senin (3/9).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, Wasto menyatakan, permasalahan ini harus dibahas terlebih dahulu dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan Kemendagri. Pada Senin sore (3/9), sejumlah pejabat terkait juga telah hadir di Balai Kota Malang untuk membahas status lembaga legislatif tersebut.
"Yang ditugasi Pak Menteri sudah datang, termasuk dari provinsi. Intinya dari pusat maupun provinsi minta laporan kondisi terkini yang ada di kota Malang, baik itu menyangkut proses proses pembahasan APBD 2019, kemudian PAK dan perda-perda dan lain-lain yang memerlukan keterlibatan fungsi dewan," ujar Wasto, Senin (3/9).