REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bersatunya kaum muhajirin dan Anshar merupakan akibat dari persaudaraan berikatkan akidah. Ikatan persaudaraan itu bahkan lebih kuat dibanding saudara sedarah mereka di Makkah.
Inilah ikatan akidah. Saat pernyataan tentang keesaan Allah SWT dibarengi pengakuan terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai utusan, sekat-sekat persaudaraan turut membuyar. Siapa pun dia, asalkan akidah Islam tertancap di hatinya, ia adalah saudara yang mesti dilindungi.
Orang-orang Anshar menganggap kaum Muhajirin sebagai belahan jiwanya. "Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah bersaudara." (QS al-Hujurat : 10).
Persaudaraan itulah yang membuat orang Anshar berebut saudaranya yang baru datang dari Makkah untuk menginap di rumahnya. Mereka rela berbagai harta, jiwa, serta kepentingan keluarganya untuk orang-orang yang mereka bahkan belum kenal.
Situasinya makin mengharukan kala setiap orang Anshar bersikeras dengan permintaannya. Hingga pada akhirnya, rumah kediaman kaum Muhajirin ditetapkan berdasar undian. Imam Bukhari meriwayatkan, "Tak seorang pun Muhajir yang menetap di rumah seorang Anshar melainkan dengan undian."
Maka, tak salah jika Allah SWT begitu menyanjung orang Anshar dengan kepribadiannya itu. Firman Allah SWT, "Dan, orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan, mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada meraka (orang Muhajirin) dan mereka mengutamakan mereka (orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang yang beruntung." (QS al-Hasyr : 9).
Persaudaraan Anshar dan Muhajirin ini yang harus direfleksikan. Kita mulai jarang dapati kaum Muslimin yang peduli dengan kaum Muslimin di sekitarnya. Saling sapa jarang, kenal nama pun tak paham. Bagaimanakah mengamalkan slogan Muslim satu tubuh, kita tak paham apa kesulitan saudara seiman.
Ikatan akidah ternyata lebih kuat dibandingkan ikatan darah. Orang-orang Anshar dipuji Allah SWT karena lebih mendahulukan kepentingan kaum Muhajirin. Bukankah setiap hari kita selalu berdoa agar mendapat perhatian Allah lewat rezeki yang dilancarkan, anak yang saleh, keluarga yang tenang, atau kesehatan yang berkah.
Lantas kenapa kita tak melompat saja. Bukan lagi mengharap perhatian Allah SWT, namun memburu pujian Allah SWT. Orang yang mendapat pujian tentu ia mendapat perhatian yang spesial dari yang memuji. Salah satu kunci mendapat pujian Allah itu, utamakan kepentingan saudara seakidah.
Allah Mahaadil. Kala kita berbuat kebaikan kepada saudara seiman, sejatinya kita sendiri yang mendapat kebaikan. Bantuan yang kita berikan adalah manfaat bagi saudara seakidah sementara pahala dari Allah adalah manfaat yang mengalir dalam diri. Tak ada yang dirugikan dalam keyakinan orang yang beriman.
Kita juga patut berkaca, selama ini sudahkah kita memperhatikan kebutuhan kaum Muslimin atau masih berkutat pada kebutuhan pribadi kita saja yang tidak ada habisnya itu?