REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil evaluasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap penerimaan negara di sub sektor minyak dan gas bumi (migas) menunjukkan torehan angka positif pada semester pertama 2018. Hasil ini menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan sampai dengan semester pertama tahun 2018 penerimaan negara lebih baik dari periode yang sama di tahun 2017. "Penerimaan negara di subsektor migas pada semester pertama 2018 lebih baik, bahkan lebih besar sekitar 1,89 miliar AS dibanding semester pertama tahun lalu. Bahkan setelah dikurangi tambahan subsidi solar tahun ini, angkanya masih positif", ungkap Jonan, Kamis (6/9).
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi lebih lanjut menguraikan, angka yang disebut Menteri Jonan tersebut adalah angka penerimaan negara yang berasal dari lifting minyak dan gas bumi. "Untuk semester pertama 2018 angka penerimaan negara dari migas ini mencapai 6,57 miliar dolar AS, tahun lalu pada periode yang sama angkanya 4,68 miliar dolar AS. Nilainya naik 1,89 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun," tutur Agung.
Baca juga, Ini Klarifikasi Pertamina Soal Kabar Kenaikan Harga BBM
Di sisi lain, jelas Agung, subsidi BBM jenis solar yang digelontorkan pemerintah tahun ini ditambah Rp 1.500 per liter. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya Rp 500 pada 2017 menjadi Rp 2.000 per liter pada 2018.
"Realisasi penyaluran solar pada semester 1 tahun 2018 ini sebesar 7,2 juta kiloliter (kl), dikalikan tambahan subsidi Rp 1.500 menjadi sekitar Rp 10,8 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan penerimaan negara yang kita punya di semester pertama ini," katanya.
Agung optimistis, tren neraca migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 ini juga masih akan berlanjut di semester kedua 2018. "Melihat ini semua apakah perlu BBM naik? Saya pikir tidak," tandas Agung.
Selain itu, dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan impor dan memperkuat devisa, Kementerian ESDM juga telah menetapkan kebijakan strategis mulai dari penataan ulang proyek ketenagalistrikan dan penerapan perluasan mandatori B20, meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Tak hanya itu, Kementerian ESDM juga membuat sejumlah kebijakan hasil ekspor sumber daya alam untuk penguatan devisa nasional.
"Kami harap semua pihak dapat mendukung kebijakan Pemerintah demi melindungi bangsa dan rakyat Indonesia," tutur Agung.