Home >> >>
Weleh, Penyempurnaan Daftar Pemilih Tetap Pemilu Kok Dipungli
Senin , 20 Jan 2014, 15:26 WIB
Antara/Fanny Octavianus
Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyayangkan praktik pungli yang dilakukan pejabat daerah untuk proses penyempurnaan daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu 2014.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, pungli akan menghambat proses kinerja KPU di daerah untuk pemutakhiran DPT. "Kami sudah sampaikan ke semua petugas (KPU) di daerah, pemberian uang (ke pejabat daerah) itu salah," kata Hadar, di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/1). Kata dia, prilaku pejabat di sejumlah daerah itu bukan kewenangan institusi panitia suara yang harus bertindak.

Hadar mengungkapkan, praktik pungli itu tidak sumir. Pungli terjadi di beberapa wilayah timur seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Ambon, juga di Jawa Tengah. Kata dia, pungli dimintakan kepada petugas KPU daerah oleh petugas pencatatan sipil di tiap pemerintah daerah.

"Uang itu nilainya beda-beda tiap wilayah. Dan kami (KPU) tidak akan mengganti uang itu," ujar Hadar. Dia menerangkan, di Sulawesi Selatan, petugas KPU setempat harus merogoh kantong senilai satu juta rupiah dari setiap jumlah DPT untuk disempurnakan.

Di lain tempat, ada juga dengan nilai antara delapan sampai Rp 10 juta tiap perbantuan penyempurnaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Di NTB, dikatakan dia, sejumlah DPT yang tidak ber-NIK drastis berkurang dari 400 ribu menjadi 78 ribu DPT yang tak ber-NIK.

Pengurangan tersebut dikatakan cepat. Itu lantaran petugas KPU setempat menyetorkan uang senilai delapan juta rupiah ke pejabat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat untuk setiap proses penyempurnaan DPT. Akan tetapi ujar dia, praktik pungli itu sudah dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Redaktur : Joko Sadewo
Reporter : Bambang Noroyono
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar