REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok antikorupsi serta pemerhati pemilu nasional menolak rencana pemerintah membiayai saksi-saksi parpol dalam pemilu 2014. Mereka mengatakan, saksi parpol adalah tanggung jawab peserta pemilu.
Kelompok ini antara lain, Perludem (Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi), JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat), ICW (Indonesian Corruption Watch), Lembaga IPC (Indonesian Parliamentary Center), dan KIPP (Komite Independen untuk Pemantau Pemilu).
"Ini adalah kebijakan yang ironis," kata Koordinator kelompok ini Very Junaidi, di Jakarta, Rabu (22/1). Kata dia, penolakan ini adalah bentuk kritik sipil terhadap pemerintah dan Bawaslu, sebagai otoritas pengawas pemilu yang independen.
Bawaslu mengajukan dana tambahan pengawas pemilu Rp 2 triliun. Dana tersebut disetujui pemerintah dan sedang dalam proses penerbitan perpres untuk pencairan.
Ketua Bawaslu, Muhammad, Senin (19/1) mengatakan, anggaran baru adalah untuk membiayai mitra pengawas. Mitra pengawas tersebut terdiri dari 14 orang. Saksi-saksi ini dua diantaranya adalah mitra pengawas Bawaslu selain PPL (Pengawas Pemilu Lapangan) bentukan Bawaslu. Sementara, 12 saksi lainnya adalah saksi perwakilan dari masing-masing partai politik (parpol) peserta pemilu.
Para saksi ini dibiayai negara dengan upah Rp 100 ribu per orang sekali kerja. Kebutuhan para saksi ini tersebar di semua tempat pemungutan suara (TPS). Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendirikan tidak kurang dari 545.778 TPS se Tanah Air.