REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh bangsa dan pemuka agama mendorong pengawasan Pemilu 2014 secara ketat dari berbagai kelompok masyarakat, selain juga dari Badan Pengawas Pemilu sebagai lembaga penyelenggara.
Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra mengatakan pengawasan Pemilu sebaiknya melibatkan unsur-unsur masyarakat yang dapat diberdayakan untuk menciptakan Pemilu yang bersih dari politik transaksional dan berbagai kecurangan.
"Dalam jangka pendek, pemberdayaan unsur masyarakat, masyarakat sipil, dan LSM penting dilakukan. Meskipun kecil tetapi harus punya komitmen untuk mengkonsolidaskan demokrasi," kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dalam Sarasehan Nasional yang digelar Bawaslu di Jakarta, Rabu (22/1).
Dia mengatakan keberadaan praktik politik transaksional akan sulit dihapuskan di Pemilu tahun ini, namun dengan menggerakkan masyarakat sipil dan organisasi kemasyarakatan berbasis agama setidaknya praktik tersebut dapat diminimalisir.
Sementara itu, rohaniwan Katolik Antonius Benny Susetyo, Pr. mengatakan pendidikan politik menjadi cara penting agar masyarakat sipil, khususnya pemilih kelas menengah, tidak salah memilih calon wakil rakyat pada 9 April mendatang.
"Kita masih mempunyai harapan kalau masyarakat kelas menengah berani memilih, perubahan bisa dimulai di kelas menengah yang cukup besar jumlahnya, sekira 40 sampai 50 juta orang," jelas Romo Benny yang kini aktif sebagai Sekretaris Dewan Nasional Setara Institut.
Pemilu 2014 menjadi momen bagi bangsa Indonesia untuk dapat memiliki pemimpin yang berintegritas dan mampu membawa Negara menuju perubahan yang lebih baik.
Oleh sebab itu, Romo Benny melanjutkan, pengawasan pelaksanaan Pemilu 2014 harus diperketat, khususnya di tingkat paling bawah seperti desa-kelurahan dan kecamatan.
Dalam acara Sarasehan tersebut juga hadir budayawan Mohamad Sobari, rohaniwan Kristen Andreas Anangguru Yewangoe, dan mantan anggota KPU Ramlan Surbakti.