Calon presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra tertunduk saat mengajukan permohonan UU Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/1).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra ragu untuk melanjutkan permohonan uji materiil UU Pilpres. Sebab dia menilai, banyak misteri dalam putusan MK Kamis (23/1) siang ini.
Dia mengatakan, putusan tersebut dinilai mendapat tekanan dari sejumlah partai politik agar pemilu serentak dilangsungkan pada 2019 mendatang. Hal itu dilihat dari waktu pembacaan putusan yang ditunda sejak Mei 2013.
“Putusan yang seharusnya bisa dibacakan sejak 2013 lalu, ditunda hingga Januari 2014 agar dianggap mendesak bila harus berlaku di 2014,” kata Yusril, Kamis (23/1).
Kalau permohonannya dengan Efendi Ghozali bersama Koalisi Masyarakat Sipil mempunyai subtansi yang sama, seharusnya pembacaan putusan bisa disatukan. Dengan begitu, materi dari kedua pemohon dapat dijadikan pertimbangan.
Menurut dia, permohonan Koalisi Masyarakat Sipil yang dipimpin oleh Efendi Ghozali, tidak memberikan jalan keluar setelah pasal 2 UU Pilpres dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Itu sebabnnya ketentuan itu tetap sah digunakan untuk Pemilu 2014.
“Dengan demikian, setelah dinyatakan bertentangan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, akan terjadi kevakuman hukum,” kata Yusril, Kamis (23/1).
Dia menambahkan, permohonan yang diajukan oleh pihaknya dilengkapi jalan keluar agar pemilu serentak dapat berlangsung pada 2014. Caranya, MK diminta menafsirkan pasal 6A ayat 2 dan pasal 22E UUD 1945.